Keluarga Penuh Berkah

Oleh: Ibnu Hasan At thabari

Suatu hari sahabat Ali ibn Abi Thalib, menantu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada istrinya Fathimah putri Rasulullah : “adakah makanan yang bisa aku santap wahai Fathimah?”

” tidak ada, Demi Dzat yang memuliakan ayahku dengan keNabi-an, aku berpagi hari dalam kondisi tidak memiliki makanan antukmu, kami juga belum makan, sudah dua hari ini tidak ada makanan yang aku bisa berikan padamu, juga kepada perutku dan kedua anak kita ini”. Sahut Fathimah

“wahai istriku, tidakkah engkau menyuruhku untuk mencari makanan?”. Tanya Ali

“aku malu kepada Allah untuk meminta sesuatu yang engkau tidak bisa melakukannya,” jawab Fathimah.

Sejenak kemudian, Ali keluar dari rumahnya, dengan penuh keyakinan kepada Allah dan husnuzhon kepada-Nya, meminjam sekedar satu dinar uang.

Ketika dinar telah ada di tangan, dan ia bermaksud untuk membeli sesuatu yang dapat meringankan beban keluarganya, tiba-tiba terlihat Miqdad, ia berjalan atas pasir yang membara dibawah terik matahari yang membakar, tatkala Ali melihatnya, ia menghindar.

“hai Miqdad, apa yang menggelisahkanmu saat ini?” tanya Ali

“hai Abul Hasan, jangan ganggu aku, jangan bertanya apapun padaku”.

“wahai keponakanku, tidak boleh engkau menyembunyikan keadaanmu padaku”. Kata Ali

Miqdad berkata :” jika engkau memaksa, demi Dzat yang memuliakan Muhammad dengan keNabian, tidak ada yang menggelisahkanku selain beban yang berat, aku meninggalkan keluargaku dalam keadaan kelaparan, ketika aku mendengar tangis mereka bumipun tak kuat memikulku, aku pun pergi dengan kehilangan mukaku, inilah kondisiku”.

Saat itu juga kedua mata Ali ibn Abi Thalib mengucurkan air mata, ia menangis hingga air mata membasahi jenggotnya, ia berkata :” Demi Dzat yang engkau bersumpah denganNya, tidaklah menggelisahkanku selain sesuatu yang menggelisahkanmu, aku telah meminjam uang satu dinar, ambillah ini, aku dahulukan engkau atas diriku”

Dinar kini telah berpindah tangan, lalu Ali-pun pulang, ia datang ke masjid Rasulullah untuk shalat zuhur, ashar lalu maghrib. Ketika usai shalat maghrib, beliau menghampiri Ali di shaf pertama, Rasulullah memberi isyarat Ali-pun mengikuti langkah beliau, ketika sampai di pintu masjid, Rasulullah bertanya :” hai Abul Hasan, apakah kamu punya makanan untuk kita makan malam?”.

Ali tersentak kaget, ia tidak bisa memberi jawaban karena malu kepada Rasulullah. Sejurus kemudian Rasullah berkata :” jika kamu berkata tidak, aku akan pergi tapi jika iya aku akan datang bersamamu”.

” Ya, Rasulallah, silakan datang ke rumahku, mari..” kata Ali

Maka Rasulullah yang mulia itu menggandeng tangan menantunya Ali ibn Abi Thalib hingga masuk menemui Fathimah di mushalla-nya, sedang dibelakangnya terlihat sebuah mangkok besar yang berasap. Ketika Fathimah mendengar suara ayahnya Rasulullah, iapun keluar menyongsongnya seraya memberi salam. Fathimah adalah orang yang paling sayang kepada Rasulullah, beliau menjawab salam putrinya lalu mengusap kepalanya dengan tangan beliau yang mulia.

“bagaimana malam ini?, siapkah kita makan malam, semoga Allah mengampunimu, dan Dia telah melakukannya”. Sabda Rasulullah

Maka Fathimah mengambil mangkok besar itu lalu diletakkan dihadapan ayahnya yang mulia. Ketika Ali melihatnya dan mencium aroma masakan yang lezat, ia melemparkan pandangannya kepada Fathimah dengan pandangan keheranan.

“alangkan tajamnya pandanganmu, Subhanallah.. apakah aku berbuat kesalahan padamu hingga membuatmu demikan marah?” tanya Fathimah tak kalah heran

“apakah ada dosa yang lebih besar yang kau perbuat selain dosamu hari ini? Bukankan aku menjumpaimu tadi pagi dan engkau bersumpah demi Allah bahwa engkau tidak punya makanan dan belum menyantapnya selama dua hari?”. Sahut Ali

Fathimah menengadahkan wajahnya ke arah langit sambil berkata :” Tuhan-ku Maha Tahu apa yang ada di langitNya dan apa yang ada di bumiNya, aku tidak berkata kecuali hal yang benar”.

“Lalu dari mana makanan ini, makanan yang belum pernah aku melihatnya, tidak pernah mencium aromanya dan tak pernah memakannya sebelum ini”. Tanya Ali

Ketika itu Rasulullah meletakkan tangan beliau yang penuh berkah itu di pundak Ali sembari menguncang-guncangkannya seraya berkata :” Ya Ali, inilah pahala dinar-mu, inilah balasan dinar-mu, ini dari sisi Allah yang memberi rizki kepada siapa yang Ia kehendaki”.

Sambil menangis Rasulullah yang mulia berkata :” segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan kalian berdua dari dunia, hai Ali engkau laksana Zakariya as dan engkau Fathimah laksana Maryam. Rasulullah membacakan ayat alqur`an :

كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ [آل عمران/37]

Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.

Tumit Bukan Aurat ???

Ada yang bertanya,apakah tumit merupakan aurat bagi wanita yang harus ditutupi?,coba kita simak kajian tentang aurat dalam bentuk artikel 🙂

Nash dari As Sunnah yang menunjukkan wajibnya menutup kedua betis

Dari Abu Hurairah,dari Aisyah,bahwa Nabi saw bersabda “Ekor pakaian wanita adalah sejengkal.” Lalu Aisyah berkata,”Kalau begitu betis mereka akan keluar (tampak),”Maka beliau bersabda,”Maka sehastalah” (HR Ibnu Majah 2884)

Dari Ibnu Umar…bahwa Istri-istri nabi saw bertanya kepada beliau tentang ekor pakaian ,lalu beliau bersabda,”jadikanlah sejebngkal”Mereka berkata,”sesungguhnya sejengkal tidak akan dapat menutup aurat.”beliau bersabda ,”jadikanlah ia sehasta” (HR Ahmad,Nailul Authar)

Ummu Salamah,istri nabi saw,berkata kepada Rasulullah saw ketika beliau menyebut izar(sarung),”Maka bagaimana dengan wanita ,wahai Rasulullah ? “Beliau menjawab,”mengulurkannya sejengkal.”Ummu Salamah berkata,”Kalau begitu terbukalah auratnya.”Belaiu bersabda,maka sehasta” tidak lebih dari itu (HR Abu Daud)

Hadits-hadits ini menunjukkan dilarangnya menampakkan betis atau aurat,dan tidak menyebutkan kedua tumit,seakan-akan tidak dilarang menampakkanya,dan seandainya kedua tumit aurat ,maka keduanya lebih utama disebutkan,karenakeduanya merupakan aurat yang pertama kali tampak apabila pakaiannya pendek,bahkan kadang-kadang hanya kedua tumit saja yang tampak sedang yang diatasnya tidak tampak lagi
Dan yang memperkuat kewajiban menutup betis ialah ancaman Rasulullah saw ,dari menampakkan betis yang diterangkan dalam hadits

Fathimah Binti Qais berkata,Rasulullah saw berkata,”Pindahlah engkau ke rumah Ummu Syuraik…Maka aku menjawab,”Akan saya kerjakan .”Lalu beliau bersabda,”Jangan engkau laksanakan,karena Ummu syuraik itu adalah wanita yang banyak tamunya.Aku tidak suka kalau kerudungmu jatuh,atau terbuka pakaianmu dan kedua betismu.lalu orang-orang dapat melihat sebagian dari sesuatu yang tidak kamu sukai (HR Muslim)

Yang pertama kali tampak apabila pakaian itu terangkat lah kedua tumit.Kalau menampakkan kedua tumit itu terlarang,niscaya nash itu akan berbunyi,”…Pakaianmu terbuka dari kedua tumitmu.”Karena kedua tumitmu inilah yang lebih dekat untuk kelihatan dicelah-celah gerakannya didepan para tamu,sedangkan kedua betis kemungkinan terbukanya lebih kecil

Nash-Nash dari As Sunnah yang menunjukkan terbukanya kedua tumit

Pakaian wanita arab yang berlaku pada zaman Nabi saw,menunjukkan dengan jelas terbukanya kedua tumit wanita pada waktu berjalan ditengah jalan,baik dengan bertelanjang kaki maupun dengna sandal,dan sandalpun menampakkan sebagian tumit.Di antara bukti-bukti yang menunjukkan hal itu ialah sebagai berikut.
Dari Sa’id bin Jubair,Ibnu Abbas berkata,”Wanita yang pertama kali memakai sabuk adalah ibu Islamil.Ia memakai sabuk untuk menghilangkan jejaknya terhadap Sarah…”(HR Bukhari)

Dari Abu Naufal ,bahwa Asma binti Abu Bakar berkata..”Demi Allah,aku mempunyai dua sabuk,yang satu kupergunakan untuk mengangkat makanan Rasulullah saw dan makanan Abu Bakar dari kendaraan,dan yang lain adalah sabuk wanita yang amat diperluakannya ..(HR Muslim)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,”Minthaq (sabuk) ialah sesuatu yang dipergunakan untuk mengikat perut…Maka Hajar memakai sabuk dan mengikatnya pada perutnya dan berlari,dan ditarik-tarik ekornya( ekor pakaian) untuk menembunyikan jejaknya terhadap Sarah (Fathul Baari Juz 7)

Beliau berkata lagi ,”Dan di dalam Hadits Hajar,”Wanita yang pertama kali memakai sabuk ‘terdapat petunjuk bahwa wanita itu hendaklah emmakai pakaian kemudian mengikat perutnya dengan sesuatu dan mengangkat bagian tengah pakaian dan mengulurkannya ke bawah agar tidak berantakan ekor pakaiannya (Hadyus Sari,Juz 1)

Ibnu Taimiyah berkata,”Mereka mengulurkan ekor pakaianya,maka apabila ia berjalan kadang-kadang tampak tumitnya “( Majmu Fatawa,juz 22)

Wanita yang melakukan demikian itu biasanya apabila mereka sedang melakukan kesibukan.Sedangkan jika berdiam dirumah,tau ketika shalat atau ketika melakukan gerakan lamban,maka tidak perlu mengangkat bagian tengah pakaian serta tidak dikhawatirkan ekor pakaiannyua akan berantakan.Contoh lain yaitu keluarnya wanitamukmin dengan telanjang kaki ada dalam dalil-dalil berikut Continue reading “Tumit Bukan Aurat ???”

Berpandang-pandangan itu baik!! apalagi menjaganya…

Setelah menulis “percampuran pria dan wanita itu baik” dan juga “nikmatnya berdua-duaan” ternyata masih ada yang mempetanyakan tentang memandang wanita,yang kesimpulan memandang itu sah-saha saja selama tidak ada syahwat, dan itu biasa terjadi di zaman rasul,yaitu pertemuan laki-laki dengan pertemuan.

Ada yang menganggap menundukkan pandangan adalah dengan melihat ke bawah,padahal telah dijelaskan menahan pandangan adalah menahan pandangan mata dari melihat ke sana-kemari karena dikhawatikran timbulnya fitnah.Oleh karena itu, kami tampilkan lebih detail lagi dari hadits,pendapat ulama tentang bolehnya memandang wanita (langsung) selama tidak ada syahwat (biasa aja lagi….),mungkin masih ada yang berlebih-lebihan dalam menetapkan sesuatu sehingga benar-benar “nunduk” sama sekali,bahkan menetapkan menganjurkan tidak melihat wajahnya atau matanya yang sebenarnya berlebih-lebihan,dan bertentangan denga dalil,pendapat sahabat dan juga keterangan ulama salaf rahimahullah

Sesungguhnya perintah menahan sebagian pandangan itu dimaksudkan untuk menjauhi pelepasan pandangan yang terus menerus ,dan tidak mungkin bahwa yang dimaksud itu adalah benar2 (berusaha) menjauhi pandangan secara mutlak.Dalilnya jelas sekali dalam An Nur ayat 30

“Katakanlah kepada laki-laki mu’min : Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka,”Dan katakanlah kepada wanita-wanita mu’minah ,”Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka”

Ath Thabari berkata dalam tafsirnya “Apabila melihat sesuatu yang tidak halal baginya,maka ditundukannya pandangannya ,dan tidak memandang kepadanya.Dan tidak ada seorangpun yang dapat menahan pandangan secara total.Sesungguhnya Allah hanya berfirman “Katakanlah kepada laki-lakin mu’min Hendaklah mereka menahan SEBAGIAN dari pandangan mereka.Yakni ,apabila ia melihat sesuatu yang tidak halal baginya dari aurat ,atau melihat sesuatu yang tidak halal baginya untuk bersenang-senang dengannya,maka ditahannya pandangannya.Adapun jika yang dilihat itu bukan aurat dan pandangannya tidak bersyahwat dan bersenang-senang,maka tiadalah larangan itu ( Tafsir At Thabari,surat annur 30)

Dari Abu Hayyan dalam Tafsirnya “Laki-laki boleh melihat wanita asing kepada wajahnya dan kedua telapak tangannya…sebab ia tidak kuasa menjauhi pandangan itu ( Al Bahrul Muhith,Abu Hayyan Al Andalusy)

Ibnu Daqiqil’Id berkata ,” Sesungguhnya lafal min itu menunjukkan sebagian…Dan ayat itu tidak menunjukkan wajibnya menahan pandangan secara mutlak ( Ahkamul Ahkam Syarh Umdatul Ahkam)

Ibnu Abbas berkata “Aku tidak melihat sesuatu yang lebih mirip dengan melakukan dosa-dosa kecil daripada apa yang dikatakan Abu Hurairah dari Nabi saw,beliau bersabda “Telah di tetapkan kepada manusia bagiannya dari perzinahan, ia pasti melakukan hal itu. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memukul (meraba), kaki zinanya adalah melangkah, hati jiwa berangan-angan dan menikmati, dan yang membenarkan atau menggagalkan semua itu adalah kemaluan.?(HR.Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa pandangan dengan syahwat itulah yang dimaksud dengan dosa kecil (mendekati zina),karena itu lah beliau bersabda ,”Dan jiwa berangan-angan dan menikmati”.Ini berarti jika pandangan itu tidak dengan syahwat maka tidak ada dosa untuknya.

Ibnu Bathathal berkata “Pandangan dan perkataan disebut zina karena dapat mengajak kepada zina yang sebenarnya.Oleh karena itu beliau bersabda,’Dan kemaluan membenarkan hal itu atau mendustakannya,””( Fathul Baari Juz 13)

Sebenarnya,tentang hadis-hadits lain sudah ada penjelasan pada tulisan menundukkan pandangan sambil berkhalwat.Disini memambahkan dan mempertegas bahwa ,memandang itu boleh asal dengan tidak ada syahwat,dan saya rasa ini yang biasa kita lakukan.

Jika mulai terjadi syahwat maka tundukkan pandangan
Durrah binti Abu lahab berkata,Aku berada di sisi Aisyah lalu nabi saw masuk seraya berkata,”Ambilkan aku air untuk wudhu.”Maka aku dan Aisyah bersegera ke bejana tempat air,tetapi aku mendahuluinya,lalu aku mengambilnya.maka beliau berwudhu,lalu mengangkat kedua mata beliau atau pandangan beliau kepadaku,Beliau berkata “Engkau dari golonganku,dan aku dari golonganmu” (Majmu uz Zawaid,Al Hafidz al Haitsami berkata ‘Diriwayatkan oleh Ahmad ,dan perawi-perawinya terpercaya)

Qais bin Abi hazim berkata,”Kami menemui Abu Bakar r.a ketika ia sakit,Maka saya lihat disisinya seorang wanita berkulit putih yang kedua tangannya dilukisi dengan hena yang dapat menolak lalat.Dan ia adah Asma’binti Umais”( HR Thabrani,perawi-perawinya adalah perawi shahih)

Kedua hadits diatas menunjukkan bolehnya memandang tanpa ,syahwat.Selain itu coba kita tinjau pendapat para ulama dari berbagai Mahzab

Mahzab maliki

Tercantum dalam Al Muwaththa’ bahwa telah ditanyakan kepada Imam Malik,Bolehkah seorang wanita makan bersama denga n laki-laki yang bukan mahramnya atau dengan bujangnya? “Maka Imam Malik menjawab “Hal itu tidak mengapa..sebab ,kadang –kadang wanita makan bersama suaminya dan bersama laki-laki yang makan bersama suaminua.Pengarang Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’ berkata,” Perkataan beliau,sebab kadang-kadang wanita makan bersama suaminya dan bersama laki-laki yang makan bersama suaminya, menetapkan bahwa pandangan laki-laki kepada yang demikian itu tampak darinya pada waktu makan bersama (Ibnul Walid al Bajj al –Andalusi)

Mahzab Hanafi

Disebutkan dalam Al mahsuth karya As-Sakhasu hal yang menunjukkan bolehnya laki-laki asing melihat wajah wanita.Hal itu ketika berbicara tentang wanita mati diantara laki-laki asing.Mereka berkata .”Jika ia laki-laki asing,maka ia mentayamumkan wanita itu dengan sepotong kain yang diikatkan ke telapak tangannya sdang ia memalingkan wajahnya dari kedua lengan wanita,tetapi tidak dari wajahnya.Sebab pada waktu hidupnya ,laki-laki asing tidak boleh memandang kedua lenganya ( Mahsuth juz 2)

Mahzab Hanbali

Disebutkan dalam Al Mughni oleh Ibnu Qudamah ,al Qadhi berkata ‘Haram bagi laki-laki terhadap wanita asing untuk memandang kepada apa saja yang selain wajah dan kedua telapak tangan ,karena yang demikian itu aurat;dan diperbolehkan baginya untuk memandang kepadanya,tetapi makruh apabila aman dari fitnah ,dan memandang bukan denga syahwat

Demikian Mahzab Syafii berdasarkan firman Allah’,Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya.”…Dan karena itu bukan aurat,maka tidak haram memandang kepadanya tanpa ragu-ragu ( Al Mughni ,juz 6)

Dalam Fatawa Ibnu Taimiyah ,katanya “Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum memandang wanita asing.Maka ,ada yang mengatakan ,’Boleh memandang tanpa syahwat kepadan wajahnya dan kedua tangannya.Ini adalah mahzab Abu Hanifah dan as Syafii,dan satu pendapat dalam Mahzab Ahmad (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah,juz 22)

Dan Akhirnya Ibnu Taimiyah berpendapat “Memandang yang dilarang itu ialah memandang aurat,dan memandang karena syahwat,meskipun yang dipandang itu bukan aurat” ( Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah juzz 22 hal 369)

Dengan keterangan-keterangan yang jelas, dapat disimpulkan bahwa Allah memberikan kelapangan kepada manusia yaitu pria dan wanita untuk memperlapang interaksi,dan saling memandang merupakan fitrah dalam kehidupan.Allah menurukan hikmah yaitu menahan pandangan,dan malah tidak memerintahkan menutup wajah wanita atau jika bertemu wanita dianjurkan dengan tabir.Syariat yang benar-benar agung,dengan memperhatikan kemudahan dalam urusan,mempererat silaturahmi,dan juga keakraban agar dapat bersama-sama menjalani kehidupan dengan baik…..

Hukuman Bagi Pezina?memang ada?

Akhir-akhir ini sedang ada kasus heboh yang menyita perhatian publik,juga media masa dipenuhi oleh informasi-informasi tentang artis selingkuh lah,atau orang yang mirip artis yang diduga melakukan perzinaan.Dalam Islam sendiri perzinaan merupakan perbuatan keji dan kotor (fahisyah)

“Dan janganlah kamu mendekati zina,sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji ( fahisyah ) dan suatu jalan yang buruk.” ( QS. Al Isra’, 32 )

Sudah sering kita dengar bahwa dalam Islam orang yang berzina ada hukuman tersendiri yaitu hukuman dari Allah karena perbuatannya.Namun,dalam Islam,untuk menetapkan seseorang itu berzina itu sangat ketat sekali.Untuk menuduh seseorang berbuat zina saja harus menghadirkan empat orang saksi yang langsung melihat mereka berzina,sebagaimana masuknya pensil ke dalam botol.Tentu saja hal ini dapat dibilang sangat sulit sekali dipenuhi.Hal ini mungkin baru bisa terjadi jika orang yang berzina terang-terangan di tempat umum yang ramai pada saat jam orang banyak.

Oleh karena itu, zaman nabi tidak ada kasus orang yang berzina dan dirajam karena kedapatan berzina,tetapi beberapa kasus karena pengakuan dari si pelaku zina.Oleh karena itu,berita tentang zina dan keburukannya di zaman nabi sangat sedikit sekali.Berbeda sekali dengan zaman searang,yang malah dibesar-besarkan oleh media bagaimana berita zina ini.Berita yang dibesar-besarkan tentang zina,dampaknya menyebar ke anak-anak,remaja,keluarga pezina,pelaku,juga masyarakat banyak,dan hal ini tentu saja sangat mengganggu nama baik masyarakat dan juga suatu bangsa

Miris sekali memang, perbuatan pribadi dan rahasia pribadi menjadi menyebar pesat ke seluruh negeri,gambar video yang sudah menyebar di masyarakat.Ratting berita ini menjadi “laku” dijual,seolah-olah pada zaman ini,berita tentang zina tidak dianggap tabu lagi,atau malah bisa dibilang bukan sesuatu yang memalukan sehingga dengan mudahnya tersebar.

Jika berita-berita semacam ini lama-lama semakin banyak dan dibiarkan,maka masyarakat akan terbiasa dengan kasus-kasus perzinaan dan terbiasa pula dengan berzina dan juga mendekatinya sehingga hilanglah penjagaan social,yang menjadikan degradasi moral,dan ini berbahaya kepada generasi selanjutnya.

Oleh karena itu, nabi berusaha sejauh mungkin menjauhi hukuman rajam,dan juga dapat kita simpulkan dari sifat nabi,jika ada orang berzina, lebih baik dirumah bertaubat,tidak perlu ngomong ke siapa-siapa, langsung taubat kepada Allah.Dan bagi orang yang benar-benar ingin dirajam,bertobat,maka pahala dan ampunan Allah sudah siap sedia, dan juga surga ,oleh karena itu ini hikmah Allah memberikan peluang berbohong kepada pelaku zina untuk tidak mengaku,padahal syarat seseorang dirajam yaitu pengakuan pelaku zina dan juga keputusan penguasa

Adapun jika seseorang telah bertaubat, lalu mendatangi penguasa Islam yang menegakkan had dan mengaku berbuat zina, serta memilih ditegakkan had padanya, maka had boleh ditegakkan (walaupun tidak wajib), Jika tidak, maka tidak ditegakkan. Karena NABI BERSIKAP BERUSAHA AGAR RAJAM TIDAK TERJADI. [Majmu Fatawa 16/31 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]

Bila Sudah Bertaubat Dari Zina Apakah Tetap Harus Dirajam?

Jika seseorang sudah bertaubat dari zina (atau pencurian, minum khamer, dan lainnya) dan urusannya belum sampai kepada penguasa Islam yang menegakkan syari’at, maka had zina (cambuk atau rajam) gugur dari orang yang bertaubat tersebut. Hal ini dengan dalil-dalil sebagai berikut, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

[An-Nisaa : 16] “Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Kemudian jika keduanya bertubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”

[Al-Maidah : 39] “Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 4250 dan lainnya,
Dari Abdullah bin Mas’ud : Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Orang yang bertaubat dari semua dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”

Hadits Riwayat Muslim dan lainnya:

Hadits dari Nu’aim bin Hazzal : “Ma’iz bin Malik adalah seorang yatim dibawah asuhan bapakku. Lalu dia menzinahi seorang budak dari suku itu. Maka bapakku berkata kepadanya, “Pergilah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beritahukan kepada beliau apa yang telah engkau lakukan. Semoga beliau memohonkan ampun untukmu”.Bapakku menghendaki hal itu karena berharap Ma’iz memperoleh solusi. Maka Ma’iz mendatangi beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Lalu beliau berpaling darinya. Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, ““Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Maka beliau berpaling darinya. Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, ““Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Sampai dia mengulanginya empat kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah mengatakannya empat kali. Lalu dengan siapa ?. Dia menjawab, “Dengan si Fulanah”. Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau berbaring dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau bersabda, “apakah engkau menyentuh kulitnya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau bersetubuh dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”.Maka beliau memerintahkan untuk merajamnya. Kemudian dia dibawa keluar ke Harrah [Nama tempat di luar kota Madinah]. Tatkala dia dirajam, lalu merasakan lemparan batu. Dia berkeluh kesah, lalu dia keluar dan berlari. Maka Abdullah bin Unais menyusulnya. Sedangkan sahabat-sahabatnya yang lain telah lelah. Kemudian Abdullah mengambil tulang betis unta, lalu melemparkannya, sehingga dia membunuhnya. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakanya kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Tidakkah kamu membiarkannya, kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima taubatnya!?” (kisah lengkap pada Sahih Muslim, Book 017, Hadith Number 4206)

Hadits diatas jelas sekali menyebutkan bagaimana kisah Maiz yang diacuhkan nabi berkali-kali karena menginginkan dirajam ,dan artinya memang nabi tidak menginginkan rajam sampai terjadi,dalam beberapa hadits lain juga disebutkan bahwa hampir semua orang yang ingin dirajam yang memaksa-maksa nabi agar jatuhnya hukuman rajam pada mereka.Mengapa? Karena rajam hanya terjadi jika mereka mengaku dan juga ada ampunan dan pahala besar dibalik rajam ini.Oleh karena itu tidak heran,jika zaman sekarang sulit sekali menemukan orang yang benar-benar mengaku berzina dan ingin dirajam.

Dalam hadits berikut dikisahkan pengakuan seorang pezina lelaki yg sudah nikah diacuhkan oleh nabi sampai 2 kali namun pezina tsb memaksa.

Sunan Abu Dawud, Book 38, Number 4421:
Dikisahkan oleh Al-Lajlaj al-Amiri:
Aku sedang bekerja di pasar. Seorang wanita berlalu membawa seorang anak. Orang2 lalu segera mendekatinya, dan aku pun mengikuti mereka. Aku lalu pergi menghadap sang Nabi ketika dia bertanya: Siapakah ayah anak yang bersamamu ini? Wanita itu tetap diam. Seorang pria muda yang berada di sebelah wanita itu berkata: Akulah ayah anak ini, Rasul Allah! Sang Nabi lalu berpaling pada wanita itu dan bertanya: Siapakah ayah anak yang bersamamu ini? Pria muda itu berkata: Akulah ayahnya, Rasul Allah! Rasul Allah memandangnya lalu melihat kepada orang2 di sekitar pemuda itu dan menanyakan pada mereka tentang dirinya. Mereka berkata: Kami hanya tahu hal2 yang baik tentang dia. Sang Nabi berkata pada pemuda itu: Apakah kau menikah? Pemuda itu menjawab: Ya. Maka sang Nabi memberi perintah atas dirinya dan dia pun dirajam sampai mati. Dia (penyampai cerita) berkata: Kami membawa pemuda itu ke luar, menggali lubang baginya, dan memasukkan dia ke dalamnya. Kami melempari dia dengan batu sampai dia mati. Seorang pria lalu menanyakan tentang pemuda yang baru saja dirajam mati itu. Kami bawa orang itu kepada sang Nabi dan berkata: Orang ini datang bertanya tentang pemuda berdosa itu. Rasul Allah berkata: Dia lebih berkenan daripada wangi parfum di mata Allah. Pria ini adalah ayah pemuda tersebut. Kami lalu menolong dia membasuh, mengafani, dan menguburkan dia. (Penyampai cerita berkata:) Aku tidak tahu apakah dia berkata atau tidak berkata “sembahyang baginya.”

Sahih Muslim, Book 017, Hadith Number 4205.Chapter : He who confesses his guilt of adultery.
Sulaiman b. Buraida reported on the authority of his father that Ma,iz b. Malik came to Allah’s Apostle (may peace be upon him) and
said to him: Messenger of Allah, purify me,
whereupon he said: Woe be upon you, go back, ask forgiveness of Allah and turn to Him in repentance.

He (the narrator) said that he went back not far, then came and said: Allah’s Messenger, purify me.
whereupon Allah’s Messenger (may peace be upon him) said: Woe be upon you, go back and ask forgiveness of Allah and turn to Him in repentance.

He (the narrator) said that he went back not far, when he came and said: Allah’s Messenger, purify me.
Allah’s Apostle (may peace be upon him) said as he had said before.

When it was the fourth time, Allah’s Messenger (may, peace be upon him) said: From what am I to purify you? He said: From adultery, Allah’s Messenger (may peace be upon him) asked if he had been mad.
He was informed that he was not mad.
He said: Has he drunk wine? A
person stood up and smelt his breath but noticed no smell of wine. Thereupon Allah’s Messenger (may peace be upon him) said: Have you committed adultery?
He said: Yes.
He made pronouncement about him and he was stoned to death.

The people had been (divided) into two groups about him (Ma’iz). One of them said: He has been undone for his sins had encompassed him, whereas another said: There is no repentance more excellent than the repentance of Ma’iz, for he came to Allah’s Apostle (may peace be upon him) and placing his hand in his (in the Holy Prophet’s) hand said: Kill me with stones. (This controversy about Ma’iz) remained for two or three days.
Then came Allah’s Messenger (may peace be upon him) to them (his Companions) as they were sitting. He greeted them with salutation and then sat down and said: Ask forgiveness for Ma’iz b. Malik. They said: May Allah forgive Ma’iz b. Malik. Thereupon Allah’s Messenger (may peace be upon him) said: He (Ma’iz) has made such a repentance that if that were to be divided among a people, it would have been enough for all of them.

Jadi,sudah jelas, saran nabi,jika ada seseorang berzina yaitu kembali ke rumah, dan bertaubat kepada Allah mudah-mudahan Allah mengampuni dosanya.Zina bukan merupakan sesuatu yang harus dibesar-besarkan ,apalagi diancam ancam akan dirajam.Namun sebaliknya,nabi menutup terjadinya rajam,kecuali sipelaku zina memaksa-maksa ingin dirajam.Dan nabi bersabda : He (Ma’iz) has made such a repentance that if that were to be divided among a people, it would have been enough for all of them..Bagaimana pahala yang besar yang didapatkan jika seseorang ingin dirajam.

Bagaimana jika kemudian suami menuntut atau perempuan terbukti hamil? Dalam hal ini ,perempuan yang hamil tidak dapat dijadikan bahwa dia berzina dan harus dirajam,tetap dia harus mengakui bahwa ia telah berzina dan menginginkan rajam. Seorang istri berselingkuh dan hamil dgn bayi mirip selingkuhannya karena wanita tsb tidak ingin dirajam dia melakukan Lian (melaknat diri jika bohong). Wanita tersebut lolos dari rajam karena lian dan kehamilannya disamarkan sbg benih suaminya. Kemudian suaminya menceraikan istrinya yg selingkuh shg menjadi tradisi jika LIAN terjadi maka suami istri CERAI.

Sahih Bukhari, Volumn 007, Book 063, Hadith Number 229.

Narated By Ibn Juraij : Ibn Shihab informed me of Lian and the tradition related to it, referring to the narration of Sahl bin Sad, the brother of Bani Sa’idi He said, “An Ansari man came to Allah’s Apostle and said, ‘O Allah’s Apostle! If a man saw another man with his wife, should he kill him, or what should he do?’ So Allah revealed concerning his affair what is mentioned in the Holy Qur’an about the affair of those involved in a case of Lian. The Prophet said, ‘Allah has given His verdict regarding you and your wife.’ So they carried out Lian in the mosque while I was present there. When they had finished, the man said, “O Allah’s Apostle! If I should now keep her with me as a wife then I have told a lie about her. Then he divorced her thrice before Allah’s Apostle ordered him, when they had finished the Lian process. So he divorced her in front of the Prophet.” Ibn Shihab added, “After their case, it became a tradition that a couple involved in a case of Lian should be separated by divorce. That lady was pregnant then, and later on her son was called by his mother’s name. The tradition concerning their inheritance was that she would be his heir and he would inherit of her property the share Allah had prescribed for him.” Ibn Shihab said that Sahl bin Sad As’Saidi said that the Prophet said (in the above narration), “If that lady delivers a small red child like a lizard, then the lady has spoken the truth and the man was a liar, but if she delivers a child with black eyes and huge lips, then her husband has spoken the truth.” Then she delivered it in the shape one would dislike (as it proved her guilty).

Sahih Bukhari, Volumn 007, Book 063, Hadith Number 230.
Narated By Al-Qasim bin Muhammad : Ibn ‘Abbas; said, “Once Lian was mentioned before the Prophet whereupon ‘Asim bin Adi said something and went away. Then a man from his tribe came to him, complaining that he had found a man width his wife. ‘Asim said, ‘I have not been put to task except for my statement (about Lian).’ ‘Asim took the man to the Prophet and the man told him of the state in which he had found his wife. The man was pale, thin, and of lank hair, while the other man whom he claimed he had seen with his wife, was brown, fat and had much flesh on his calves. The Prophet invoked, saying, ‘O Allah! Reveal the truth.’ So that lady delivered a child resembling the man whom her husband had mentioned he had found her with. The Prophet then made them carry out Lian.” Then a man from that gathering asked Ibn ‘Abbas, “Was she the same lady regarding which the Prophet had said, ‘If I were to stone to death someone without witness, I would have stoned this lady’?” Ibn ‘Abbas said, “No, that was another lady who, though being a Muslim, used to arouse suspicion by her outright misbehaviour.”

dari sini kita melihat RAHMAT Allah swt … ketika dia tdk mengakui zinanya maka dia menyerahkan segala sesuatunya pada putusan Allah nanti.
dalam Quran Allah swt berfirman setelah menjelaskan tatacara Li’an dgn penghujung firman sebagai berikut [Annur 24:10] Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan Allah bukan Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, .

Tafsir Ibnu Kathir :
﴿وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ﴾
(And had it not been for the grace of Allah and His mercy on you!) meaning, many of your affairs would have been too difficult for you,
artinya, banyak dari urusan2 mu yang akan sangat sulit untuk mu,

﴿وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ﴾
(And that Allah is the One Who forgives and accepts repentance,) means, from His servants, even if that comes after they have sworn a confirmed oath.
artinya, dari hambaNya, bahkan jika itu datang setelah mereka bersumpah akan sumpah yang ditegaskan.

Allah telah menutup jalan Rajam dgn jalan memberi peluang bagi si pezina untuk berbohong,dimana bagi yang mengaku dan ingin dirajam memperoleh surga dan ampunan,bagi yang bertaubat semoga mengampuninya,dan bagi yang berbohong akan dilaknat oleh Allah SWT dan juga dengan rahmat Allah ,Allah maha Mengampuni Dosa …. Wallahu A’lam.

Sumber: Aa Montir a.k.a Ustadz Abi Fathan

Ba

Perintah berhijab kekhususan Istri Nabi

Dari Ummu Salamah“Aku dan Maimunah berada dekat Rasulullah saw,lalu Ibnu Ummi Maktum datang.Peristiwa itu terjadi setelah Rasulullah menyuruh kami berhijab.Beliau bersabda ,”pasanglah hijab antara kalian dengannya.’Kami bertanya ,’Bukankah dia buta, Wahai Rasulullahmbukankah dia tidak melihat dan mengetahui kami?’’Beliau menjawab,’Apakah kalian buta,bukankah kalian meliahtnya?( Sunan Abu daud nomor 3122)

Dalil diatas ,sering dijadikan menjadi kewajiban beerhijab atau setidaknya anjuran berhijab,walalupun ada orang buta disekitar kita,namun kenyataanya, tentu berbeda dengan dugaan ada anjura berhijab yang berlaku secara umum bagi istri-istri kaum mukmin.Coba kita telaah bagaimana tentang makana hadits ini Kedua wanita yang disebutkan dalam hadits diatas adalah istri Nabi saw,sementara ayat Al Quran mengungkapkan,’..Maka mintalah dar belakang tabir.Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka…” (Al Ahzab :53)

1. Artinya,untuk lebih menyucikan hati,kaum laki-laki dilarang melihat istri-istri Nabi saw,begitu juga dengan istri-istri beliau dilarang melihat kaum laki0laki untuk lebih menyucikan hati mereka.Oleh karena itu beliau bersabda seperti diatas.Artinya,perintah nabu disini berhubungan dengan kekhususan para istri Nabi untuk berhijab.Mereka tidak dibenarkan untuk bertemu laki-laki tanpa hijab

2.Jika Rasulullah melarang istri-istrinya melihat Ibnu Ummi Maktum karena telah diwajibkan hijab atas mereka,maka beliau juga mengatakannya juga kepada Fatimah Binti Qais,”Tinggallah di rumah anak paman Ibnu Ummi Maktum karena dia cacat pengelihatan (HR Muslim)

Dari Fathimah binti Qais,dia berkata bahwa dia berada dibawah tanggungan Abu Umar bin Hafsh bin Al-Mughirah.Lalu Abu Umar menalaknya hingga talak tiga,Lalu Fathimah mendatangi Rasulullah saw untuk minta fatwa tentang keluarnya dia dari rumah. Rasulullah saw menyuruhnya pindah ke rumah (anak pamannya Umar) Ibnu Ummi Maktum yang buta ( HR Muslim ,Kitab Thalaq Jilid 4,hal 196)

Dia meliaht Ibnu Ummi Maktum dan tentu saja tanpa risih.Malah rasul menyuruhnya tinggal disana.Hal ini menunjukkan bahwa larangan yang terdapat dalam hadits Abu daud khusus bagi apra istri nabi saw yang juga didukung oleh perkataan Ummu Salamah “setelah beliau menyuruh kami berhijab”

3.Laporang Imam Ahmad juga mendukung pernyataan bahwa hadits diatas khusus bagi para Istri Nabi saw.Al-Artsam berkata ,” Aku bertanya kepada Abu Abdullah (iMam Ahmad bin Hanbal),’Apakah hadits itu seperti hadits Nabhan (perawi dari Ummu Salamah),khusus bagi istri-istri Nabi,sedangkan hadits Fatimah ditujukan bagi semua orang? Beliau menjawab .”Ya’( Al-Mughni,Ibnu Qudamah)

Setelah mencantumkan hadits tersebut dalam Sunannya,Abu daud berpendapat ,”Hal ini khusus bagi istri-istri Nabi,lain halnya dengan kepercayaan diri Fathimah untuk tinggal bersama Ibnu Ummi Maktum ketika Nabi saw bersabda kepadanya,”Tinggalah dirumah Ibnu Ummi Maktum karna dia buta dan (janganlah khawatir)atas pakaianmu didekatnya ( Sunan Abu Daud Kitab Berpakaian)

kesimpulan

Hadits diatas tidak sedang membicarakan tentang zina mata,atau berdua duaan,atau larangan melihat malah aneh jika hijab dianjurkan untuk berjaga-jaga,sebab rasul malah menyuruh Fathimah tinggal dirumah Ibnu Maktum, dan jelas hadits diatas menceritakan tentang kekhususan hijab bagi Istri-Istri Nabi

Jilbab, Adab Wanita Muslimah

Jilbab merupakan pakaian wantia muslimah yang bertujuan sebgai identitas wanita merdeka, dan adab kesopanan,bukan sebagai penutup aurat,dan tidak wajib dipakai didalam rumah

Al Ahzab ayat 59
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Continue reading “Jilbab, Adab Wanita Muslimah”