Di tempat itu, kami pernah mengayuh sepeda, sekaligus mengayuh mimpi
Di tempat itu, kami pernah
melabukan raga, sekaligus melabuhkan asa
Di tempat itu, kami pernah tidur berbantal tumpukan buku, berselimut rindu
Di tempat itu, kami kembali menemukan arti cinta sekaligus duka secara bersamaan.
Seringai tawa yang kian nyaring
Semilir angin senja di temani sepiring ketan dan segelas susu
Segenggam rindu dan doa mereka yang terus terlafal nun jauh di kampung halaman
Suara nyaring yang kian redup hingga sunyinya
Wajah mereka yang melekat hingga sirnanya
Lelah
Letih
Jenuh
Jemu
Teruslah mendengar, hingga lelah itu lelah mengejarmu
Teruslah membaca, hingga letih itu jenuh mengejarmu
Teruslah menulis, hingga jenuh itu jenuh mengejarmu
Teruslah berbicara, hingga jemu itu jemu mengejarmu
Kejarlah mimpi, sebagaimana dahulu kita tak pernah takut untuk bermimpi
Bukankah ketika kita menginjakkan kaki di tempat itu, mereka menaruh harapan?
Mereka yang menaruh asa
Yang lama tak bersua
Yang dalam sunyinya malam teringat kita
Tempat itu, di dalam riuhnya, selalu menyimpan ruang sempit untuk hati ini
Untuk kembali memaknai kehidupan
Bahwa kita berada di sana bukanlah belaka kebetulan
Every cloud has silver a lining
@rizkilesus, 8 safar 1441
Dalam safar malam di atas kereta menuju Ibu Kota, ditemani lagu “tunggu aku di Jakarta”