Bagian Mana dari Quran yang Mukjizat??

Kalau saya membuat buku lalu mengatakan bahwa buku tersebut sudah mengalahkan kemukjizatan al Qur’an apakah anda akan setuju? Setuju tidak setuju saya akan bertanya apa standar yang anda gunakan? Kita sudah mengetahui bahwa al Qur’an itu mukjizat. Buktinya tidak ada yang berhasil memenuhi tantangan al Qur’an untuk membuat yang semisalnya. Hanya saja pertanyaanya bagian mana sih yang membuat al Qur’an tidak berhasil ditiru.

Bagian ini adalah bagian terakhir sekaligus paling berat dari seri kitab suci. Berat karena saya tidak menjalani pendidikan agama Islam secara formal khususnya mengenai bahasa arab dan ulumul Qur’an. Selain itu, menulis bagian ini seperti mengkompres buku Mukjizat al Qur’an-nya Quraish Shihab, buku yang cukup komprehensif mengenai mukjizat al Qur’an, menjadi satu artikel saja.

Sebelum membahas lebih dalam mengenai sisi-sisi kemukjizatan al Qur’an ada baiknya diketahui sebenarnya apa itu mukjizat. Sebab sering kali banyak kejadian luar biasa yang kita sebut sebagai mukjizat. Padahal tidak tepat. Mukjizat adalah sebuah istilah yang memiliki makna khusus. Muhammad Ali Ash Shabuni dalam At Tibyan fi Ulum Al Qur’an, sebagaimana dikutip oleh Sigit Purnawan Jati pada makalah berjudul Kemukjizatan Al Qur’an, menyatakan bahwa sesuatu baru disebut mukjizat bila memenuhi 5 (lima) syarat berikut:

1. Mukjizat itu berupa sesuatu yang tidak akan mampu didatangkan kecuali oleh Allah SWT.
2. Mukjizat itu berupa sesuatu di luar kebiasaan dan menyalahi hukum alam.
3. Mukjizat itu muncul dari orang yang mengaku sebagai nabi.
4. Adanya tantangan kepada orang yang mengingkari pengakuan suatu kenabian untuk mendatangkan perkara yang semisal dengan mukjizat itu.
5. Tidak ada seorang pun yang mampu mendatangkan perkara semisal mukjizat itu

Secara umum mukjizat al Qur’an dibagi menjadi dua. Pertama sisi kebahasaan al Qur’an dan kedua sisi kandungan al Qur’an. Sisi kebahasaan al Qur’an disepakati oleh semua ulama sebagai mukjizat al Qur’an walau berbeda pada rinciannya. Sedangkan sisi kandungan al Qur’an masih menjadi perdebatan.

Sisi kebahasaan
Kemukjizatan sisi bahasa sudah dirasakan semenjak al Qur’an lahir. Bila ditilik dengan teliti inilah yang menyebabkan para sahabat masuk Islam. Rata-rata mereka masuk Islam setelah mendengarkan al Qur’an dibacakan. Kita bisa ingat kisah Umar bin Khatab yang mendengar surat Thaha yang dialunkan dari dalam rumah adiknya. Bahkan musuh Rasulullah sampai tiga malam berturut2 mengendap-endap untuk mendengarkan al Qur’an.

Walid bin Mughirah, seorang pentolan kaum musyrik Quraish saat itu, telah mengakui kemukjizatan ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya saya telah mengenal seluruh sya’ir, melagukan, menyanyikan, menyairkan, menggenggam dan membelenggunya (menguasainya). Tapi al Qur’an itu bukanlah sya’ir”. Kemudian ia melanjutkan, “Sesungguhnya saya telah melihat tukang sihir dan berbagai bentuk sihir mereka. Tapi al Qur’an itu bukanlah seperti apa-apa yang ada dibisik-bisikkan oleh lidah tukang sihir itu dan juga bukanlah seperti apa yang mereka komat-kamitkan, demi Allah, sesungguhnya perkataan Muhammad sungguh manis. Akarnya merupakan kesejukan yang melimpah meruah, sedangkan cabangnya adalah bebuahan yang rindang”.

Kemampuan saya untuk mengungkapkan sisi kebahasaan al Qur’an sangat terbatas sehingga saya tidak bisa mengemasnya dengan lebih baik. Hal ini punya yang menyebabkan penulisan bagian ini selalu tertunda. Namun sebagai pengetahuan sisi kebahasaan al Qur’an saya salin dari makalah Sigit Purnawan Jati yang meringkasnya dari kitab Kepribadian Islam Jilid I karya Taqiyuddin An Nabhani.

Pertama, pilihan lafazh-lafazh dan susunan kata (tarkib). Al Qur’an telah menggunakan lafazh-lafazh dan susunan kata yang amat unik. Makna yang lembut diungkapkan dengan lafazh yang lembut. Makna yang kasar, diungkapkan dengan lafazh yang kasar, dan seterusnya. Ayat yang menggunakan lafazh lembut untuk mengungkapkan makna yang lembut, misalnya:
وَيُسْقَوْنَ فَيِهَا كَأْساً كَانَ مِزَاجُهَا زَنْجَبِيْلاً، عَيْناً فِيْهَا تُسَمّى سَلْسَبِيْلاً

“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil” (Al Insaan : 17 -18 )

Bandingkan dengan ayat yang menggunakan lafazh kasar untuk mengungkapkan makna kasar berikut :
اِنَّ جَهَنّمَ كَانَتْ مِرْصَاداً، لِّلطَاغِيْنَ مآباً

“Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai. Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.” (An Naba’ : 21 – 22)

Kedua, Irama kata (nagham) yang digunakan. Susunan huruf-huruf dan kata-kata dalam Al Qur’an tersusun dalam irama khas yang unik, tidak dapat dijumpai dalam pembicaraan manusia, baik dalam sya’ir maupun dalam kalimat yang bersajak (natsar). Sebagai contoh, perhatikanlah firman Allah SWT :
فَلآ اُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ، الجَوَرِ اْلكُنَّسِ، وَلَيْلِ اِذَا عَسْـعَس، وَالصّبْحِ اِذَا تَنَفَّس

“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. Yang beredar dan terbenam. Demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. Dan demi subuh apabila fajarnya telah mulai menyingsing.” (At Takwiir : 15 – 18)

Ayat di atas menyebutkan huruf “sin” secara berulang-ulang, yang ternyata sangat sesuai dengan makna yang hendak diungkapkan, yaitu keheningan malam dan menyingsingnya fajar. Juga ayat Kursy, misalnya, yang di dalamnya terdapat pengulangan huruf “lam” sebanyak 23 kali, dimaksudkan untuk merangsang pendengaran, sehingga dapat lebih menggugah seseorang untuk menyimak makna ayat dengan penuh perhatian.

Ketiga, kemampuan pilihan lafazh dan susunan kata dalam melingkupi makna yang beraneka ragam dan menyeluruh. Al Qur’an telah memberikan makna yang panjang lebar/mendalam dengan menggunakan lafazh yang ringkas. Misalnya, firman Allah SWT :
وَلَكُمْ فِي القِصَاصِ حَيَوةٌ

“Dan di dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.” (TQS. Al Baqarah : 179)

Penggalan dari ayat 179 tersebut di atas, lafazhnya sedikit. Tetapi bila diuraikan, maknanya akan panjang lebar. Makna ayat tersebut ialah, apabila seseorang mengetahui bahwa kalau dia membunuh akan dibunuh, maka hal ini akan mencegahnya untuk melakukan pembunuhan. Jadi, dengan qishash itu, akan lenyaplah kejahatan saling membunuh di tengah masyarakat. Dan dengan tiadanya pembunuhan, berarti akan terjamin kehidupan bagi masyarakat.

Al Qur’an menantang manusia untuk membuat yang serupa setidaknya dengan ketiga aspek di atas secara bersamaan. Mungkin bisa jadi ada orang yang bisa memilih kata-kata yang tepat (secara fonetik) untuk suatu makna tetapi apakah setelah disusun akan memiliki irama yang unik? Bisa jadi susunan katanya membentuk irama yang menarik tetapi apakah pilihan bunyi kata sudah bisa mewakili maknanya. Belum lagi susunan kata tersebut tetap harus memperhatikan ketepatan makna dari nilai-nilai yang hendak disampaikan.

Ada sebuah kisah yang tepat dan menarik untuk menjelaskan hal ini. Pada suatu hari, Amr bin Ash, yang saat itu belum masuk Islam, datang ke Yamamah untuk berdagang. Disana ia bertemu dengan musailamah. Musailamah bertanya, “Apa lagi surat yang turun kepada temanmu di Makkah?” Amr menjawab, “Ada sebuah surat pendek tapi luar biasa, surat pendek itu memiliki makna yang amat dalam.”

“Coba bacakan untukku”, tantang Musailamah. Lalu Amr bin Ash membacanya.
وَالْعَصْرِ , إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ , إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ .

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. “

Musailamah terdiam sejenak lalu ia mengatakan, “Telah turun kepadaku surat seperti itu” (Saya akan tuliskan transliterasinya. Mohon maaf bila transliterasinya kurang baku.)

“Ya wabr, ya wabr, innama anta udzunani wa shadr, wasa’iruka hasrun nakr.”

Mendengar ayat tersebut spontan amr bin ash mengatakan “Wallah, innaka lakadzib! Demi Allah, kamu pasti berdusta!”

Mengapa Amr yang masih kafir bisa mengatakan itu? Karena isinya! Kurang lebih begini. “Hai kelinci, hai kelinci, sungguh tampak padamu dua telinga dan satu dada. Dan disekitar kamu terdapat dbanyak lubang bekas galian.”

Kita bisa melihat upaya Musailamah mengikuti irama dari al Qur’an mungkin ia berhasil tetapi ia gagal memilih makna yang hendak disampaikan.

Rasyad Khalifa, seorang peneliti numerologi al Qur’an, memberikan tambahan syarat yang menarik. Menurutnya tandingan Qur’an yang dibuat setiap katanya harus memenuhi perkalian angka 19 plus banyak syarat matematis lainnya. Hal ini karena al Qur’an disusun dengan redaksi yang diatur.

Sisi Kandungan
Sisi kandungan al Qur’an setidaknya tersebut meliputi kabar kisah-kisah orang terdahulu, ramalan akan peristiwa yang akan datang, dan isyarat sebagian hukum alam yang tidak diketahui oleh manusia di saat turunnya al Qur’an.

Pemberitaan masa lalu misalnya tentang berita tengelam dan terselamatkannya jasad firaun. Seperti yang tertera pada ayat berikut

“Maka pada hari ini, Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak mempercayai kamu berdua.” (QS.Yunus:92)

Menurut Prof Dr Maurice Bucaille setelah meneliti mumi firaun mustahil mengetahui firaun tenggelam kecuali dengan pengetahuan modern. Bila dibandingkan dengan taurat ataupun injil yang menceritakan kisah ini tidak ada cerita tentang penyelamatan jasad firaun. Lalu dari mana Muhammad bisa mengetahui bahwa jasad firaun itu selamat.

Lalu mengenai ramalan peristiwa yang akan datang. Contoh yang cukup sering ditampilkan adalah tentang kekalahan Persia atas Romawi. Surat ar rum menceritakan kekalahan Romawi atas Persia dan berita kemenangannya beberapa tahun yang berikutnya.

“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.” (TQS Ar Ruum: 1-5)

Terbukti tujuh tahun setelah kekalahannya, Romawi berhasil mengalahkan Persia. Dan menariknya pada saat yang sama, sesuai ayat di atas, kaum muslimin memenangkan perang badar.

Mengenai isyarat hukum alam ada contoh yang menarik dari buku pelajaran agama SMA kelas 3 yang masih saya ingat. Contoh ini sangat luar biasa. Alasannya jika dibanding dengan isyarat ilmiah lain, biasanya pengetahuannya masih berupa hipotesis artinya bisa benar bisa salah. Sedangkan pengetahuan ini tidak mungkin dibantah lagi. Perhatikan ayat berikut!

“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut (نَمْلَةٌ): ‘Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari'” (TQS An Naml: 18)

Ayat di atas menceritakan tentang seekor semut yang memberikan komando pada semut yang lain. Pada ayat ini digunakan kata ganti perempuan (muannats) untuk seekor semut tadi yaitu namlatun. Padahal mustahil pengetahuan 14 abad yang lampau menjelaskan bahwa pemimpin semut adalah ratu bukan raja!

Berbeda dengan sisi kebahasaan, kemukjizatan beberapa kandungan al Qur’an baru ditemukan kemudian. Hal ini akhirnya menimbulkan perdebatan apakan kandungan al Qur’an adalah mukjizat. Menurut Muhammad Husain Abdullah dalam Studi Dasar Pemikiran Islam setidaknya ada dua alasan mengapa perkara-perkara ini ditolak sebagai mukjizat dari al Qur’an.

Pertama, mukjizat itu mesti menunjukkan kelemahan manusia. Artinya selama ada yang bisa membuat cerita yang sesuatu yang terjadi di masa lampau atau memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang atau menjelaskan sebagian hukum-hukum alam maka tentangan itu terpenuhi. Misalkan ada orang yang membuat sesuatu yang memuat ketiga hal ini yang belum terbukti saat ini. Ia bisa dengan simpel menyatakan bahwa belum terbukti tidak berarti salah.

Kedua, Kemukjizatan itu mesti ada di setiap surat dalam al Qur’an. Karena setiap surat dalam al Qur’an mengandung mukjizat. Al Qur’an menantang membuat satu surat saja artinya dalam satu surat harus ada kemukjizatannya. Sisi kandungan seperti cerita masa lampau tadi tidak ada pada setiap surat. Surat an nas misalnya tidak mengandung satupun dari ketiga hal tersebut.

Sebenarnya perkara-perkara yang dianggap sebagai mukjizat tersebut merupakan dalil atas ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Terlepas dari apakah sisi kandungan ini merupakan mukjizat atau bukan tetap patut kita renungkan sebagai bukti kebenaran al Qur’an.

والله أعلم

Apakah Muhammad mengarang Qur’an (part 1)

Kemungkinan ini adalah yang paling sering dituduhkan kepada al Qur’an. Tentu saja karena memang nabi Muhammad adalah orang yang menyampaikan al Qur’an. Namun bila kita memperhatikan isi al Qur’an ada beberapa hal yang membuat al Qur’an mustahil berasal dari Muhammad.

Gaya bahasa yang berbeda
Apabila kita membandingkan hadits-hadits dengan ayat-ayat al Qur’an maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasa (uslub), padahal keduanya berasal dari orang yang sama. Akan tetapi, keduanya berbeda dari segi gaya bahasanya. Seringkali Muhammad membacakan al Qur’an dan sesaat setelahnya menjelaskannya dengan hadits. Para sahabat akan dengan mudah membedakan mana yang al Qur’an dan mana yang hadits karena masing-masing memiliki gaya bahasanya tersendiri.

Memang bisa saja ada orang bersandiwara dengan menggunakan dua gaya bahasa yang berbeda dalam pembicaraannya, namun bila dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pastilah akan banyak kemiripan di antara gaya bahasa yang satu dengan gaya bahasa yang lain. Sedangkan pada al Qur’an dan hadits tidak ditemukan hal yang demikian. Bahkan dengan gaya bahasa orang Arab kebanyakan pun al Qur’an tidak memiliki kemiripan.

Fase lengkapnya al Qur’an
Semenjak turun pertama kali sampai al Qur’an itu lengkap menghabiskan waktu sekitar dua puluh tiga tahun, waktu yang cukup lama untuk menyusun sebuah buku. Manusia pada umumnya mengalami perubahan mental. Kadang ada fase ia gembira atau sedih. Al Qur’an disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian. Tentunya kondisi ini akan mempengaruhi kualitas dari al Qur’an. Tetapi al Qur’an tidak berubah mengikuti kondisi muhammad. Kalaulah mengikuti kondisi muhammad pastilah di sana akan banyak terjadi pertentangan.

Susunan Al Qur’an tidak mengikuti urutan turunnya. Namun kita bisa merasakan dengan jelas al Qur’an merupakan ungkapan yang mengalir antara satu dengan ayat lainnya. Ayat-ayat tersebut saling berkait dalam satu kesatuan serta tersusun secara rapi dan harmonis seperti telah direncanakan susunannya seperti itu jauh sebelumnya.

Muhammad seorang yang buta huruf
Bila ditilik sejarah hidupnya Muhammad sama sekali tidak pernah sempat bersekolah. Sejak kecil telah ditinggal orang tuanya. Sempat menjadi penggembala kambing lalu ikut menjadi pedagang. Pekerjaan berdagang saat itu tidak memakan waktu singkat. Dari satu negeri ke negeri lain menggunakan unta bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan.

Di sisi lain, buta huruf bukanlah sesuatu yang aib saat itu. Hafalan menjadi kebanggaan. Seorang penyair yang ketahuan menuliskan syair-syairnya akan dicemooh lemah hafalan. Penghargaan mereka terhadap kekuatan hafalan terus berlanjut sehingga dijadikan kriteria dalam periwayatan hadits.

Bila dikaitkan dengan al Qur’an, al Qur’an telah membahas berbagai aspek, baik masalah agama, ekonomi, politik, sosial, budaya, peradilan, bahkan mengenai alam semesta. Hal ini menunjukkan pembuatnya menguasai berbagai bidang keilmuan secara mendalam. Apakah Muhammad yang buta huruf dan tidak bersekolah memahami setiap perkara secara mendalam lalu dengan mudah mengkompilasikannya dalam al Qur’an.

Altruisme dan pengorbanan Muhammad
Ada banyak kisah yang menunjukkan kebaikan Muhammad yang tinggi. Pernah suatu ketika selendang beliau ditarik dari belakang. Lalu orang tersebut menyatakan ingin selendang tersebut. Lalu Muhammad memberikan selendang itu. Di lain waktu Muhammad juga pernah menjenguk seseorang yang sangat membencinya ketika orang tersebut sakit. Padahal teman-temannya sendiri belum ada yang menjenguknya.

Di sisi lain ada banyak kisah yang menunjukkan pengorbanan Muhammad terhadap agamanya. Muhammad adalah seorang pedagang kaya sebelum menjadi nabi. Setelah menjadi nabi kekayaannya habis untuk berdakwah. Ia pun harus menerima perlakuan buruk dari kaumnya. Bahkan pada masa pemboikotan Muhammad sampai memakan sendalnya yang terbuat dari kulit unta. Pada akhir hayatnya nabi Muhammad tidak mewariskan apapun kepada keluarganya.

Alangkah sulit membayangkan orang yang berbohong atas nama tuhan dengan membuat al Qur’an melakukan banyak kebaikan dan pengorbanan. Mengapa tidak mengaku saja bahwa al Qur’an itu buatannya sendiri jikalau ia memang orang baik-baik yang memperjuangkan kebaikan versinya sendiri.

Kritik terhadap Muhammad
Di dalam al Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengkritik ketidaktepatan tindakan Muhammad. Seperti pada ayat-ayat berikut:

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), Sedang ia takut kepada (Allah), Maka kamu mengabaikannya.” [TQS Abasa: 1-10]

Atau
“Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar Karena tebusan yang kamu ambil.” [TQS al Anfal: 67-68]

Atau
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. [TQS al Qiyamah: 16-19]

Jika memang Muhammad yang membuat al Qur’an tidaklah masuk akal bila ia mengkritik diri sendiri atas keputusan yang ia telah ambil lalu mengabadikannya dalam al Qur’an.

Hanya yang perlu diperhatikan bahwa yang dikritik al Qur’an adalah ketidaktepatan pemilihan sikap yang diambil oleh nabi Muhammad bukan kesalahan yang berhukum haram karena nabi Muhammad tidak pernah melakukan dosa (maksum). Apa salahnya berdakwah ke pembesar Quraisy? Bukankah beliau diperintahkan berdakwah kepada siapapun. Hanya saja ketika ada orang yang bersedia didakwahi tentunya tidak tepat apabila tidak mendahulukan orang yang bersedia. Perkara-perkara seperti itu disebut khilaful aula (menyelisihi yang terbaik)

Tertundanya jawaban
Kita seringkali menjumpai kondisi di mana Muhammad ditanyai sahabatnya mengenai satu perkara atau ada suatu peristiwa yang perlu dikomentari segera. Tetapi tidak semuanya langsung beliau jawab, ada pula yang ditunda.

Bahkan pernah suatu ketika beliau ditegur oleh Allah dalam al Qur’an karena menjanjikan jawaban atas pertanyaan seorang sahabat keesokan harinya.

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. [TQS al Kahfi: 23-24]

Menurut sebuah riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada nabi Muhammad saw. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain, lalu beliau menyuruh mereka datang besok pagi kepadaya agar beliau ceritakan. Saat itu beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya: jika Allah menghendaki). Tetapi sampai beberapa hari wahyu tidak pula datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi. Jika saja beliau yang membuat al Qur’an, untuk apa beliau menangguhkan jawabannya beberapa saat.

-Islam menjawab tuduhan
-notes fb Irfan habibie

Bagaimana Kita mengetahui Quran berasal dari Tuhan

Oleh : Irfan Habibie
Ini adalah pertanyaan penting kedua setelah pertanyaan apakah al Qur’an otentik. Pertanyaan apakah al Qur’an otentik baru menjawab apakah al Qur’an yang kita pegang sekarang sama dengan al Qur’an pada jaman nabi Muhammad. Kita tetap membutuhkan bukti al Qur’an berasal dari sang pencipta alam.

Ada dua cara membuktikan al Qur’an berasal dari sang pencipta. Pertama, melalui kemukjizatan al Qur’an. Kemukjizatan al Qur’an akan menunjukkan bahwa pembuatnya menguasai alam semesta sehingga tidak mungkin ada manusia yang membuatnya (insyaAllah dibahas pada artikel berikutnya). Kedua, melalui pembuktian rasional deduktif.

Pembahasan rasional deduktif ini dilakukan dengan mengumpulkan semua kemungkinan logis dari mana asal al Qur’an. Secara sederhana dengan mempertimbangkan sejarah, karena al Qur’an disampaikan oleh Muhammad maka kemungkinan yang logis adalah yang berkisar di seputar Muhammad. Kemungkinannya saya bagi menjadi tiga. Pertama, al Qur’an dibuat oleh Muhammad dengan idenya sendiri. Kedua, Muhammad “nyontek”. Dua kemungkinan ini berarti manusia yang membuatnya. Setidaknya dua kemungkinan ini juga yang dituduhkan para orientalis kepada al Qur’an. Ketiga, al Qur’an berasal dari sang pencipta sedangkan Muhammad hanya sekadar penyampai saja.

Walau terlihat logis, kemungkinan pertama dan kedua adalah kemungkinan yang sulit diterima bila dikaitkan dengan apa yang disampaikan dalam al Qur’an sendiri. Al Qur’an berkali-kali telah menantang siapapun yang meragukannya. Saat itu, tantangan ini khususnya ditujukan kepada musuh-musuh Muhammad.

Ataukah mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar. [TQS Ath Thur 33-34]

Tantangan kemudian diturunkan menjadi sepuluh surat saja.

Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad Telah membuat-buat Al Qur’an itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. [TQS Hud: 13]

Akhirnya tantangan tersebut diturunkan hingga satu surat saja.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. [TQS Al Baqarah: 23]

Tantangan ini tidak sanggup mereka penuhi. Alih-alih membuat yang serupa mereka lebih memilih cara kekerasan kepada para pengikut Muhammad. Padahal cara paling jitu dalam menghentikan dakwah Muhammad adalah dengan membuat yang serupa dengan al Qur’an. Atau cukup dengan membuat satu surat terpendek saja yaitu al Kautsar yang hanya terdiri dari tiga ayat.

Bila memang al Qur’an ini buatan Muhammad atau ada karya manusia lainnya yang dicontek Muhammad maka seharusnya al Qur’an dapat ditiru dengan mudah. Kalau kita bandingkan dengan sebuah lagu misalnya ada sebuah lagu beraliran jazz. Maka seharusnya membuat yang serupa seharusnya mudah karena telah ada polanya. Bahkan tidak mustahil dapat dibuat sebuah karya beraliran jazz yang lebih indah. Kita bisa lihat juga saat ini ketika laris musik beraliran pop-melayu, ramai-ramailah lagu beraliran pop-melayu muncul.

Bila seluruh penentang Muhammad tidak bisa membuat yang serupa, pertanyaannya mengapa Muhammad mampu?

Al Qur’an juga telah menantang mereka yang ragu dengan tantangan yang lain, yaitu tantangan untuk mencari kontradiksi dalam al Qur’an. Karena seandainya al Qur’an ini buatan Muhammad, seorang manusia biasa, pasti akan banyak pertentangan dan kekurangan di dalamnya sebagaimana buatan manusia yang lain.

“Tidakkah mereka itu memikirkan Al-Qur’an? Seandainya Al Qur’an itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya.” (TQS an Nisa: 82)

Kekuatan al Qur’an yang tak dapat ditiru inilah yang menyebabkan Abu Dzar Al Ghifari, Umar bin Khatab, serta para sahabat lainnya masuk Islam. Kekuatan al Qur’an tersebut juga yang telah membuat para pembesar Quraisy musuh Muhammad harus sembunyi-sembunyi mendengarkannya sampai berulang kali.

Sherlock Holmes, dalam The Adventure of the Blanched Soldier, mengatakan “When you have eliminated all which is impossible, then whatever remains, however improbable, must be the truth.” (ketika engkau telah menghilangkan segala hal yang mustahil, maka apa pun yang tersisa, betapa pun sulit dipercaya, adalah kebenaran).

Setelah semua kemungkinan lainnya mustahil maka kita harus percaya, mau atau tidak, bahwa Allah lah yang membuat al Qur’an. Dan Dia lah tuhan yang esa, Pencipta alam semesta ini.

“Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, Dengan bahasa Arab yang jelas.” [TQS. as Syu’ara: 192-197]

والله أعلم

Bagaimana Mengetahui al Qur’an Berasal dari Sang Pecipta?

Ini adalah pertanyaan penting kedua setelah pertanyaan apakah al Qur’an otentik. Pertanyaan apakah al Qur’an otentik baru menjawab apakah al Qur’an yang kita pegang sekarang sama dengan al Qur’an pada jaman nabi Muhammad. Kita tetap membutuhkan bukti al Qur’an berasal dari sang pencipta alam.

Ada dua cara membuktikan al Qur’an berasal dari sang pencipta. Pertama, melalui kemukjizatan al Qur’an. Kemukjizatan al Qur’an akan menunjukkan bahwa pembuatnya menguasai alam semesta sehingga tidak mungkin ada manusia yang membuatnya (insyaAllah dibahas pada artikel berikutnya). Kedua, melalui pembuktian rasional deduktif.

Pembahasan rasional deduktif ini dilakukan dengan mengumpulkan semua kemungkinan logis dari mana asal al Qur’an. Secara sederhana dengan mempertimbangkan sejarah, karena al Qur’an disampaikan oleh Muhammad maka kemungkinan yang logis adalah yang berkisar di seputar Muhammad. Kemungkinannya saya bagi menjadi tiga. Pertama, al Qur’an dibuat oleh Muhammad dengan idenya sendiri. Kedua, Muhammad “nyontek”. Dua kemungkinan ini berarti manusia yang membuatnya. Setidaknya dua kemungkinan ini juga yang dituduhkan para orientalis kepada al Qur’an. Ketiga, al Qur’an berasal dari sang pencipta sedangkan Muhammad hanya sekadar penyampai saja.

Walau terlihat logis, kemungkinan pertama dan kedua adalah kemungkinan yang sulit diterima bila dikaitkan dengan apa yang disampaikan dalam al Qur’an sendiri. Al Qur’an berkali-kali telah menantang siapapun yang meragukannya. Saat itu, tantangan ini khususnya ditujukan kepada musuh-musuh Muhammad.

Ataukah mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar. [TQS Ath Thur 33-34]

Tantangan kemudian diturunkan menjadi sepuluh surat saja.

Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad Telah membuat-buat Al Qur’an itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. [TQS Hud: 13]

Akhirnya tantangan tersebut diturunkan hingga satu surat saja.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. [TQS Al Baqarah: 23]

Tantangan ini tidak sanggup mereka penuhi. Alih-alih membuat yang serupa mereka lebih memilih cara kekerasan kepada para pengikut Muhammad. Padahal cara paling jitu dalam menghentikan dakwah Muhammad adalah dengan membuat yang serupa dengan al Qur’an. Atau cukup dengan membuat satu surat terpendek saja yaitu al Kautsar yang hanya terdiri dari tiga ayat.

Bila memang al Qur’an ini buatan Muhammad atau ada karya manusia lainnya yang dicontek Muhammad maka seharusnya al Qur’an dapat ditiru dengan mudah. Kalau kita bandingkan dengan sebuah lagu misalnya ada sebuah lagu beraliran jazz. Maka seharusnya membuat yang serupa seharusnya mudah karena telah ada polanya. Bahkan tidak mustahil dapat dibuat sebuah karya beraliran jazz yang lebih indah. Kita bisa lihat juga saat ini ketika laris musik beraliran pop-melayu, ramai-ramailah lagu beraliran pop-melayu muncul.

Bila seluruh penentang Muhammad tidak bisa membuat yang serupa, pertanyaannya mengapa Muhammad mampu?

Al Qur’an juga telah menantang mereka yang ragu dengan tantangan yang lain, yaitu tantangan untuk mencari kontradiksi dalam al Qur’an. Karena seandainya al Qur’an ini buatan Muhammad, seorang manusia biasa, pasti akan banyak pertentangan dan kekurangan di dalamnya sebagaimana buatan manusia yang lain.

“Tidakkah mereka itu memikirkan Al-Qur’an? Seandainya Al Qur’an itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya.” (TQS an Nisa: 82)

Kekuatan al Qur’an yang tak dapat ditiru inilah yang menyebabkan Abu Dzar Al Ghifari, Umar bin Khatab, serta para sahabat lainnya masuk Islam. Kekuatan al Qur’an tersebut juga yang telah membuat para pembesar Quraisy musuh Muhammad harus sembunyi-sembunyi mendengarkannya sampai berulang kali.

Sherlock Holmes, dalam The Adventure of the Blanched Soldier, mengatakan “When you have eliminated all which is impossible, then whatever remains, however improbable, must be the truth.” (ketika engkau telah menghilangkan segala hal yang mustahil, maka apa pun yang tersisa, betapa pun sulit dipercaya, adalah kebenaran).

Setelah semua kemungkinan lainnya mustahil maka kita harus percaya, mau atau tidak, bahwa Allah lah yang membuat al Qur’an. Dan Dia lah tuhan yang esa, Pencipta alam semesta ini.

“Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, Dengan bahasa Arab yang jelas.” [TQS. as Syu’ara: 192-197]

والله أعلم

seri kitab suci

http://www.facebook.com/note.php?note_id=122488712584

irfan habibie

Generasi yang Unik

Setelah saya membaca buku Ma’alim fith Thariq,saya mulai tertarik dengan tulisan-tulisan Sayyid Qutb rahimahullah.Gamal Abdul Nasser yang sangat gemar membaca buku –buku yang dilarang terbit di Mesir,menemukan buku yang ternyata menarik.Yaitu Petunjuk Jalan (Maalim fith Thariq),akhirnya buku tersebut lulus sensor,dan sempat terbit beberapa kali cetak.Dan juga ada satu buku lagi yang menarik,dibuat saat beliau di dalam penjara.Kejeniusan beliau dan kelapangan ilmunya terlihat dalam karya yang berjudul Fi Zhilal Quran

Karena beliau mengerjakan buku ini didalam penjara,mungin itu maksud dari Fi Zhilal (di bawah bayang-bayang) Al Quran.Dua buku ini disebutkan tokoh-tokoh islam selanjutnya bahwa memang ini dua karya asli karangan beliau(maksudnya benar2 diri beliau).Oleh karena ini dua karya ini tersebar ke seluruh dunia, dibanding karya- karya lain yang sempat di bredel.bagi yang bergelut di bidang dakwah,mungkin sudah tidak asing lagi dua karya beliau rahimahullah

Fenomena Menarik

Dalam sejarah islam, ada kejadian-kejadian menarik,fenomena-fenomena yang menggugah.Bagi orang yang bergelut di medan dakwah,yaitu fenomena dakwah dizaman nabi.Fenomena ini adalah fenomena langka sekali,yaitu pembentukan sebuah generasi.yaitu generasi yang terkenal dengan nama salaful ummah,salaf as shalih, para sahabat ridwanullai alaihim,yang diabadikan sebagai umat terbaik dalam Quran, generasi yang unik, yang dapat dikatakan sejarah tidak pernah mencatatat generasi sekaliber sahabat lagi sampai saat ini,walaupun beberapa mujaddid( pembaharu) muncul setiap abad ,beberapa tokoh besar muncul,tetapi generasi ini tetap unik,belum pernah ada generasi seperti sahabat sampai saat ini!!

Dan yang menarik,tentunya kita penasaran ,bagi orang –orang yang merasa berdakwah ,atau mempunyai semangat dakwah mengebu-gebu,sebenarnya pasti saya yakin mereka akan mempertanyakan apakah penyebab fenomena ini terjadi,dan dimana rahasia keberhasilan generasi ini?

Sumber yang tetap Utuh

Metode yang dijalankan para sahabat yaitu betode berpikir secara Islami,jelas sekali dari karakteristiknya.Al Quran yang mereka baca dijadikan landasan perjuangan dalam berdakwah.Padahal Al Quran pada saat itu sama dengan Al Quran yang kita baca sekarang ini.Al Quran telah dijamin akan sama sampai sekarang, dan nanti hingga Allah mencabut Quran dari orang-orang yang berilmu mendekati kiamat. Demikian juga sunnah yang akan terjaga,yang dijadikan sahabat sebagai pedoman operasional,yang sampai sekarang masih apik terpelihara.Lalu apakah karena ada Nabi mereka menjadi generasi yang unik? Sepertinya jawabannya “bukan”

Andaikan keberadaan Rasulullah itu yang menjadikan mereka bersemangat,mereka berjuang,berkorban,maka Allahtidak akan menjadikan rasul diutus untuk umat manusia dan rasul terakhir.Seandainya keberadaan rasulullah sebagai motivasi mereka,niscaya Allah tidak akan menajdikan dakwah terus begulir sampai akhir zaman.Akan tetapi Islam tidak hanya pada zaman rasulullah saja.

Oleh karena itu Allah menjamin sendiri Ad Dzikr (Quran dan sunnah), akan tetap utuh sampai dicabutnya suatu saat nanti.Allah yang Maha Bijaksana mengetahui bahwa dakwah akan terus berlanjut,estafet dari generasi sahabat,tabiin,tabiut tabiin,sampai sekarang bahkan sampai masa depan nanti.Seperi ungkapan “Dakwah akan terus ada( berjalan) baik engkau ada ataupun tidak ada”
Dalam menyampaikan risalah selama puluhan tahun, agama Islam yang sudah sempurna, tidak akan ada revisi hukum,terjamin hukum-hukumnya dan kandungannya,agama ini akan tetap berjalan terus sampai akhir zaman “Dan dimenangkan agama ini diatas semua agama ,walau orang kafir membencinya”Oleh karena itu ,kehilangan sosok pribadi Rasulullah bukan menjadi factor utama dalam masalah ini, lalu kira-kira karakter apa yang ada pada generasi sahabat?Sayyid Qutb rahimahullah kira –kira menggambarkan seperti ini

Quran sebagai sumber

Generasi sahabat memandang Quran sebagai sumber kehidupan, sunnah merupakan penjelas sumber pertama yaitu Quran.Oleh karena itu aisyah pernah mengatakan “ Budi pekerti beliau adalah Al Quran”.Ada Peradaban besar yang langsung berhadapan dengan generasi sahabat yaitu romawi,tingkat dalam budaya,hukum,sistem pemerintahan yang maju,bahkan sampai sekarang masih dianut oleh beberapa Negara.Lalu yunani dalam segi pemikiran,filsafat,logika ,ada juga Persia, India, sebgai kebudayaan besar.Mekah berada diantara dua peradaban besar yaitu Romawi dan Persia, yang siapa sangka dengan generasi ini, dapat mengungguli romawi dan juga Persia,dari minus sampai plus,dari kegelapan menuju cahaya.

Terfokusnya generasi sahabat terhadap ilmu, aqidah,dan juga kebenaran (Al Quran) sebagai motivasi mereka,tentu saja mempunyai tujuan khusus rasul.Yaitu Rasulullah ingin mecetak generasi spesifik,dimana hati,akal,wawasan,ideology dan arah gerak terpelihara keorisinalitasnya dari berbagai pengaruh luar yang tidak relevan dengan manhaj yang lurus yang terkandung dalam Al Quran
Generasi ini yang tercatat sejarah sebagai generasi yang unik,sebab generasi-generasi selanjutnya sudah dicemari faham-faham dari luar .Sistem logika melingkar filsafat yunani,riwayat israilliat yahudi, hermeutika bible, kritik teologi nasrani,liberalisme,atheisme,kebudayaan asing yang semakin ke sini semakin memasuki ranah kemurnian generasi sekarang.

Oleh karena itu rasulullah pernah memberikan kabar bahwa, semakin akhir zaman,generasi akan semakin turun kualitasnya,dan akan timbul banyak fitnah.Ini bukan semata-mata karena takdir,tetapi karena umat Islam sendiri sudah terasuki metode-metode yang menjadikan polusi sumber utama yaitu Quran.Metode kritiki bible yang diterapkan kedalam Quran,kebingungan teologis barat yang melahirkan atheism modern,sekulerisme yang ingin “diimpor” ke umat Islam.

Metode Penerimaan Al Quran

Dalam tulisan metode berpikir Islami, secara umum sudah tergambarkan tentang metode penerimaan AL Quran.Namun yang menarik disini,terdapat differensiasi dalam hal penerimaan Quran .Generasi awal dalam membaca Quran tidak sama sekali membahas atau memiliki niat untuk mecari –cari “ayat ilmiah”,sains modern,rahasia –rahasia kehidupan,mencocokan penemuan arkelogi dengan Quran,mencari ayat tentang sesuatu lalu menelitinya secara ilmiah atau membahas masalah –masalah fiqih sekalipun.Tak seorangpun yang “terlibat” dengan Al Quran memiliki kepentingan-kepentingan seperti diatas.Tetapi,sahabat menerima Al Quran seperti menerima perintah dari Allah yang diterapkan dalam kehidupan mereka.Seakan-akan wahyu turun untuk mereka.

Oleh karena itu ,sahabat mengamalkan apa yang ia tahu dari Quran,tidak lebih dan juga tidak kurang
Metode seperti ini,yaitu aplikatif dan operasional justru menyingkap keindahan dalam ilmu pengetahuan yang tidak akan terungkap jika mereka memakai metode ilmiah,studi dahulu terhadap ayat,atau riset terhadap suatu kasus dan ayat tertentu.Sehingga dengan metode awal,dapat memperingan kerja,kepraktisan kegiatan,dan juga menerjemahkan teori-teori ilmu statis dalam tindakan yang dinamis
Al Quran benar-benar pedoman yang metodenya cocok untuk di aplikasikan, bukan buku seni yang dicari-cari keindahannya,atau bukan buku sejarah yang runut mulai dari kelahiran sampai mati,atau buku teori kuantum yang dicari –cari tentang “ayat-ayat ilmiah”,dll.Itulah mungkin sebabnya Allah menurunkannya secara berangsur-angsur,bukan berupa kitab turun dari langit sekali jatuh,sesuai kondisi dan keadaan agar menjadi pedoman

“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkan bagian demi bagian

Allah tidak menurunkan sekaligus,tetapi berdasarkan kebutuhan dan perkembangan yang terus berlanjut,dalam konsep teologis,dan juga problem-problem yang dialami umat dalam kehidupannnya.Bisa dibayangkan kalau Quran turun berupa buku dari langit,ketika ada masalah yang berbeda dengan Quran atau baru,maka aka nada “revisi” Quran.Dalam Islam tidak dikenal adanya revisi kitab suci

Jadi,ayat-ayat yang turun terkadang mengambarkan keadaan khusus,keadaan sulit dan peranan sahabat yang harus dijalankan dalam menghadapu keadaan tersebut,terkadang memperbaiki kekeliuran sikap,terkadang hikah-hikmah masa lalu yang dapat diambil,sehingga terasa keterkaitan jiwa,seolah –olah wahyu turun langsung kepada mereka,dari metode inilah keluar sebagai generasi utama yang unik….

Membuka Lembaran Hidup Baru

Ketika hari Selasa di Salman,ada seorang yang menjadi mualaf.Banyak orang menyaksikan dia bersyahadat dan menyalaminya sebagai seorang saudara.Hal ini yang terjadi pada seluruh sahabat,Apapbila seseorang telah mengikrarkan masuk Islam,berarti ia siap memulai lembaran baru ,sama sekali berbeda dengan lembaran sebelumnya

Kadang kita suka lupa,sebenarnya kita sudah beruntung dapat memeluk islam.pengalaman saya sangat sulit melepaskan pemikiran lama ke pemikiran baru,kepercayaan lama ke kepercayaan baru.Dengan sikap yang baru ini,setiap kita kembali kepada jahiliyah yang tadinya “bersih” ,”tanpa noda” menjadi memiliki noda (berdosa) ,maka kembali lagi, cara membersihkan noda yaitu dengan mengikuti pedoman yaitu sumber utama yang merupakan karakteristik utama yaitu Al Quran.

Perbedaan perasaan mutlak dari jahiliyah (keadaan sebelum mengenal ilmu yang benar) dengan islami, akan jelas terlihat.bagaimana seseorang tetap teguh dalam Islam walaupun disiksa,bagiamana seorang muslimah yang tidak berjilbab.memutuskan untuk berjilbab,bagaimana seorang orientalis yang menyerang Islam dan mendapat hidayah memeluk Islam.Perubahan total terlihat dalam lingkungan, kebiasaan,wawasan,ideology,budaya,and juga pergaulan menyimpang dengan Islam mulai ditinggalkan.

Kerinduan saat ini

Karakter generasi yang unik ini,yang tidak dimiliki generasi –generasi sesudah sahabat ridwanullahi ajmain.Ada yang “miss” dari setiap generasi ke generasi selanjutnya,sehingga nilai-nilai (islam) tidak bertahan secara utuh. Konsep ideology, metode berpikir, pemikiran –pemikiran yang sudah dicemari oleh “isme” yang berkembang sekarang, merupakan akibat dari celah yang ditimbulkan adanya sesuatu yang tidak bertahan dari setiap generasi.

Agaknya,untuk menutup banyak “miss” dan mengeluarkan pemikiran-pemikrian seperti liberalism,sekuerisme,diktatorisme,atau yang disebut Sayyid Qutb jahiliyyah memang tidak mudah.Kebutuhan mendesak saat ini adalah kembali kepada sumber yang utuh, sumber yang tetap orisinil,sumber yang terjamin kandungannya sampai akhir nanti,sumber yang memberikan eksistensi manusia,eksistensi alam,eksistensi pemikiran ,dan eksistensi Tuhan sebagai pemilik dan pencipata semuanya.Dari sumber itulah berangkatnya kehidupan kita,nilai,pemikiran,dan komponen kehidupan, menjadikan generasi yang unik yang telah dirindukan berabad-abad ,penurunan nilai dari generasi ke generasi selanjutnya berdasarkan ilmu yang terjaga, akan tetap berlangsung ,dan itu yang kita rindukan,semoga kita dapat menurunkan ilmu dan nilai ke generasi selanjutnya

Bagaimana Kejadian Isra Mi’raj (seri ke 4)

Seri 4, Bagaimana Rasul di Isra Mi’raj kan??
Seri l Kenapa Ada Isra Mi’raj
Seri 2 , Kisah-Kisah Isra Mi’raj
Seri 3 Isra Mi’raj Mukjizat atau bukan?

Maha suci Allah yang menjalankan bersama hamba-Nya di waktu malam;dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsa,yang Kami memberkatinya di sekelilingnya,agar kami mempertotonkan kebesaran Kami ,sesunggunya Dia Allah dia itu Maha mendengar lagi Maha melihat (Al Isra ayat 1)

Sudah kita ketahui pada penjelasan sebelumnya bahwa dimulai kalimat “subhana” adalah Allah ingin memusatkan jiwa Muhammad saw kepada satu titik yang terpusat yaitu “TAUHID” agar beliau tidak tergantung kepada seseorangpun
Hanya Allah satu-satunya backingan terkuat nabi,satu-satunya tempat bergantung,diman saat itu tidak ada tempat bergantung selainNya,
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (Al Insyirah: 8)

Ada yang menarik di Surat Al Isra ini,ini yang saya maksud sebelumnya tentang bagaimana Rasul ber sira mi’raj.” Subhaanalladzi asraa biabdihi”dalam terjemahan Depag berbunyi Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya, namun ada terjemahan lain yang mungkin lebih berbeda dari sebelumnya. Bukan Allah yang memperjalankan hambaNya,tetapi Allahlah yang menjalankan “dengan” hambanya ,sebab kalimatnya berbunyi dengan tambahan “BI” (abdihi)yang berarti=dengan ,jadi “bi abdihi”berarti dengan hambanya,bukan menjalankan hambanya ,kalau menjalankan hambanya maka bunyinya “asra abdahu” maksudnya adalah bahwa Rasulullah di Isra’ dan mi’rajkan bersama atau dengan jibril bukan berangkat.Bagaimana caranya Allah “menjalankan hambanya” ?

disebut padakan pada kalimat selanjutnya, yaitu “yang telah kami berkahi sekelilingnya” ,banyak ulama yang menafsirkan kalimat ini untuk Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa,atau mungkin tempat yang jauh(Al Aqsa artinya tempat paling jauh), namun dalam hal ini saya lebih cenderung kalimat ini (sekelilingnya)untuk Rasulullah. Karena Allah menceritakan dalam ayat ini Rasulullah sebagai objek utama,sebagai Kisahnya.
Apa maksud Rasulullah diberkahi sekelilingnya?

Bila apa yang berada disekeliling kita kita pikirkan dalam-dalam, maka kita akan menemukan bahwa kita berada disuatu yang dinamakan dimensi,ada tempat ada waktu.Apakah mungkin maksud diberkahi sekelilingnya adalah dibuat tempat dan waktu itu menurut kepada Kehendak Allah.

1 tidak terikat dimensi tempat,alias tidak tergantung oleh keadaan jauh dekat ,juga tidak tergantung kata tinggi rendah,alam semesta bisa saja dengan mudah dicapai.,maka kalimat dalam ayat tersebut Allah cukup menggunakan kata “asra’” memperjalankan diwaktumalam tidak diterangkan mi’rajnya (vertical) atau isranya (horizontal) bagi orang yang sudah terlepas dimensi tempat tidak ada bedanya. tidak terikat pada luas atau sempit ,dsb tidak terikat pada atas atau bawah,juga vertical dan horisontal

2.Diberkahi juga pada dimesi waktu,dan juga keadaan dimana saat itu Rasul tidak berada dalam waktu tertentu atau keadaan tertentu ,seperti apakah ia berada di alam dunia atau akhirat,atau alam nyata atau ghaib,yang ada udaranya atau tidak,panas atau dingin,bergerak atau diam,sehat atau sakit,kuat atau tidak,juga apakah saat itu pergi ke surga baik itu sudah ada atau belum diciptakan, salat bersama nabi –nabi lain,tidak terikat baik lama ataupun sebentar , baik berdialog dengan nabi baik nabi itu sudah wafat atau belum atau bertemu Allah langsung,karena sangat logis jika semua keadaan dimensi terlepas disekeliling nabi,dan juga memungkinkan Isra Mi’raj tersebut

Sangat sederhana memang,jika Allah yang menguasai waktu,tempat ,dan keadaan tentu saja mudah bagi Allah untuk mengaturnya. Ada juga yang menyatakan Rasul diberangkatkan dengan Buraq namun tetap saja caranya dalam hadits tersebut tidak kita ketahui,coba kita kaji Buraq berasal dari kata ba…ra ..qa yang akhirnya berubah menjadi barqa yang berarti kilat ,maka banyak mengartikan kecepatannya seperti kilat atau cahaya dengan kecepatan cahaya 300.000 km/detik.Apakah itu mungkin dan logis?

Dalam memahami hadist tersebut tidak bisa dipahami secara harfiah,karena kalau dipahami secara harfiah,akhirnya jadi tidak logis.Karena kalaupun Buroq punya kecepatan cahaya dipastikan tidak akan mampu menyentuh ujung alam semesta,bahkan planet yang sangat cepat berjuta tahun cahayapun hanya ada pada galaksi kita,apalagi menembus Alam ghaib seperti syurga dan neraka.

Juga pada waktu beliau pulang dari Isra Miraj,beliau bertemu dengan kafilah Bani Tamim ,Beliau memberi salam kepada mereka ,kafilah itu begitu terkejut,sehingga panik dan salah seekor unta yang berwarna merah ,patah kakinya,hal ini sebulan kemudian diterangkan oleh mereka(Bani Tamim) yang tiba di Makkah ,bahwa unta itu patah kakinya karena mereka terkejut mendengar salam ,jarak antara Masjidil Haram sampai masjidil Aqsa sekitar 1000 Km,kalau kecepatan Buraq secepat cahaya,maka dalam 1000 km hanya memerlukan waktu 0,3 detik dan kita bertanya Apakah rasul mampu dalam waktu secepat itu Rasul memberi salam dan belum lagi Bani Tamim menjawab dan mendengar salam dalam waktu sepertiga detik tersebut. Juga dengan kecepatan seperti itu apakah daapt berbicara dengan malaikat penjaga gerbang langit dan juga nabi-nabi,padahal mereka berada pada waktu berbeda.

Maka dengan uraian diatas saya lebih cenderung bahwa Isra mi’raj Rasulullah melalui diangkatnya Rasulullah dari dimensi tempat,waktu dan keadaan.Tentang Buroq ,pada masa itu alat transportasi yang ada yaitu dengan hewan-hewan seperti kuda,unta,keledai.

Maka bisa dipahami bahwa rasulullah menerangkan dengan apa perjalanannya ,maka beliau menerangkan dengan Buroq yang diasumsikan seekor binatang,beliau menerangkan sesuai kadar kemampuan/pengetahuan umat pada masa itu ,Salah satu pelajaran yang dapat kita ambil lagi yaitu dalam berdakwah harus menggunakan bahasa yang mereka mengerti atau sesuai dengan kemampuan yang dapat diterima.Ilmu pengetahuan modern sekarang ,adalah memikirkan bagaimana cara ktia menembus dimesi waktu dan tempat,juga keadaan.

Bagaimana sekarang penelitian orang berusaha menciptakan cara menambang diplanet lain,atau pergi ke galaxy lain,yang dahulu dianggap mustahil.Saat ini kita terbiasa mengobrol tidak perlu bertemu seseorang, tingga ketik di wall fb bisa ngobrol sama orang didaerah manapun,atau ym-an tanpa harus berada ditempat yang sama dan orang zaman dahulu mungkin menganggap hal tersebut tidak masuk akal ,kalaupun bisa mungkin orang tersebut dianggap gila atau orang sakti yang punya ilmu tertentu

Jika 1400 tahun lalu sudah terjadi ,kita tidak perlu bingung,karena hal tersebut bukan hal yang aneh bila terjadi sekarang.Alat transportasi kita memang belum ada apa-apanya dibanding alat Transportasi Rasul,namun para ilmuan sedang meneliti agar kita dapat menembus dimensi dengan efisien,mengambil energi di luar angkasa.Saat rasul dibelah dadanya,mungkin alat bius kita dizaman sekarang,belum secanggih alat bedah zaman rasul saat dibedah dadanya.

Next Seri Terakhir Hikmah -Hikmah Isra Mi’raj