Bagian Mana dari Quran yang Mukjizat??

Kalau saya membuat buku lalu mengatakan bahwa buku tersebut sudah mengalahkan kemukjizatan al Qur’an apakah anda akan setuju? Setuju tidak setuju saya akan bertanya apa standar yang anda gunakan? Kita sudah mengetahui bahwa al Qur’an itu mukjizat. Buktinya tidak ada yang berhasil memenuhi tantangan al Qur’an untuk membuat yang semisalnya. Hanya saja pertanyaanya bagian mana sih yang membuat al Qur’an tidak berhasil ditiru.

Bagian ini adalah bagian terakhir sekaligus paling berat dari seri kitab suci. Berat karena saya tidak menjalani pendidikan agama Islam secara formal khususnya mengenai bahasa arab dan ulumul Qur’an. Selain itu, menulis bagian ini seperti mengkompres buku Mukjizat al Qur’an-nya Quraish Shihab, buku yang cukup komprehensif mengenai mukjizat al Qur’an, menjadi satu artikel saja.

Sebelum membahas lebih dalam mengenai sisi-sisi kemukjizatan al Qur’an ada baiknya diketahui sebenarnya apa itu mukjizat. Sebab sering kali banyak kejadian luar biasa yang kita sebut sebagai mukjizat. Padahal tidak tepat. Mukjizat adalah sebuah istilah yang memiliki makna khusus. Muhammad Ali Ash Shabuni dalam At Tibyan fi Ulum Al Qur’an, sebagaimana dikutip oleh Sigit Purnawan Jati pada makalah berjudul Kemukjizatan Al Qur’an, menyatakan bahwa sesuatu baru disebut mukjizat bila memenuhi 5 (lima) syarat berikut:

1. Mukjizat itu berupa sesuatu yang tidak akan mampu didatangkan kecuali oleh Allah SWT.
2. Mukjizat itu berupa sesuatu di luar kebiasaan dan menyalahi hukum alam.
3. Mukjizat itu muncul dari orang yang mengaku sebagai nabi.
4. Adanya tantangan kepada orang yang mengingkari pengakuan suatu kenabian untuk mendatangkan perkara yang semisal dengan mukjizat itu.
5. Tidak ada seorang pun yang mampu mendatangkan perkara semisal mukjizat itu

Secara umum mukjizat al Qur’an dibagi menjadi dua. Pertama sisi kebahasaan al Qur’an dan kedua sisi kandungan al Qur’an. Sisi kebahasaan al Qur’an disepakati oleh semua ulama sebagai mukjizat al Qur’an walau berbeda pada rinciannya. Sedangkan sisi kandungan al Qur’an masih menjadi perdebatan.

Sisi kebahasaan
Kemukjizatan sisi bahasa sudah dirasakan semenjak al Qur’an lahir. Bila ditilik dengan teliti inilah yang menyebabkan para sahabat masuk Islam. Rata-rata mereka masuk Islam setelah mendengarkan al Qur’an dibacakan. Kita bisa ingat kisah Umar bin Khatab yang mendengar surat Thaha yang dialunkan dari dalam rumah adiknya. Bahkan musuh Rasulullah sampai tiga malam berturut2 mengendap-endap untuk mendengarkan al Qur’an.

Walid bin Mughirah, seorang pentolan kaum musyrik Quraish saat itu, telah mengakui kemukjizatan ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya saya telah mengenal seluruh sya’ir, melagukan, menyanyikan, menyairkan, menggenggam dan membelenggunya (menguasainya). Tapi al Qur’an itu bukanlah sya’ir”. Kemudian ia melanjutkan, “Sesungguhnya saya telah melihat tukang sihir dan berbagai bentuk sihir mereka. Tapi al Qur’an itu bukanlah seperti apa-apa yang ada dibisik-bisikkan oleh lidah tukang sihir itu dan juga bukanlah seperti apa yang mereka komat-kamitkan, demi Allah, sesungguhnya perkataan Muhammad sungguh manis. Akarnya merupakan kesejukan yang melimpah meruah, sedangkan cabangnya adalah bebuahan yang rindang”.

Kemampuan saya untuk mengungkapkan sisi kebahasaan al Qur’an sangat terbatas sehingga saya tidak bisa mengemasnya dengan lebih baik. Hal ini punya yang menyebabkan penulisan bagian ini selalu tertunda. Namun sebagai pengetahuan sisi kebahasaan al Qur’an saya salin dari makalah Sigit Purnawan Jati yang meringkasnya dari kitab Kepribadian Islam Jilid I karya Taqiyuddin An Nabhani.

Pertama, pilihan lafazh-lafazh dan susunan kata (tarkib). Al Qur’an telah menggunakan lafazh-lafazh dan susunan kata yang amat unik. Makna yang lembut diungkapkan dengan lafazh yang lembut. Makna yang kasar, diungkapkan dengan lafazh yang kasar, dan seterusnya. Ayat yang menggunakan lafazh lembut untuk mengungkapkan makna yang lembut, misalnya:
وَيُسْقَوْنَ فَيِهَا كَأْساً كَانَ مِزَاجُهَا زَنْجَبِيْلاً، عَيْناً فِيْهَا تُسَمّى سَلْسَبِيْلاً

“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil” (Al Insaan : 17 -18 )

Bandingkan dengan ayat yang menggunakan lafazh kasar untuk mengungkapkan makna kasar berikut :
اِنَّ جَهَنّمَ كَانَتْ مِرْصَاداً، لِّلطَاغِيْنَ مآباً

“Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai. Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas.” (An Naba’ : 21 – 22)

Kedua, Irama kata (nagham) yang digunakan. Susunan huruf-huruf dan kata-kata dalam Al Qur’an tersusun dalam irama khas yang unik, tidak dapat dijumpai dalam pembicaraan manusia, baik dalam sya’ir maupun dalam kalimat yang bersajak (natsar). Sebagai contoh, perhatikanlah firman Allah SWT :
فَلآ اُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ، الجَوَرِ اْلكُنَّسِ، وَلَيْلِ اِذَا عَسْـعَس، وَالصّبْحِ اِذَا تَنَفَّس

“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang. Yang beredar dan terbenam. Demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya. Dan demi subuh apabila fajarnya telah mulai menyingsing.” (At Takwiir : 15 – 18)

Ayat di atas menyebutkan huruf “sin” secara berulang-ulang, yang ternyata sangat sesuai dengan makna yang hendak diungkapkan, yaitu keheningan malam dan menyingsingnya fajar. Juga ayat Kursy, misalnya, yang di dalamnya terdapat pengulangan huruf “lam” sebanyak 23 kali, dimaksudkan untuk merangsang pendengaran, sehingga dapat lebih menggugah seseorang untuk menyimak makna ayat dengan penuh perhatian.

Ketiga, kemampuan pilihan lafazh dan susunan kata dalam melingkupi makna yang beraneka ragam dan menyeluruh. Al Qur’an telah memberikan makna yang panjang lebar/mendalam dengan menggunakan lafazh yang ringkas. Misalnya, firman Allah SWT :
وَلَكُمْ فِي القِصَاصِ حَيَوةٌ

“Dan di dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.” (TQS. Al Baqarah : 179)

Penggalan dari ayat 179 tersebut di atas, lafazhnya sedikit. Tetapi bila diuraikan, maknanya akan panjang lebar. Makna ayat tersebut ialah, apabila seseorang mengetahui bahwa kalau dia membunuh akan dibunuh, maka hal ini akan mencegahnya untuk melakukan pembunuhan. Jadi, dengan qishash itu, akan lenyaplah kejahatan saling membunuh di tengah masyarakat. Dan dengan tiadanya pembunuhan, berarti akan terjamin kehidupan bagi masyarakat.

Al Qur’an menantang manusia untuk membuat yang serupa setidaknya dengan ketiga aspek di atas secara bersamaan. Mungkin bisa jadi ada orang yang bisa memilih kata-kata yang tepat (secara fonetik) untuk suatu makna tetapi apakah setelah disusun akan memiliki irama yang unik? Bisa jadi susunan katanya membentuk irama yang menarik tetapi apakah pilihan bunyi kata sudah bisa mewakili maknanya. Belum lagi susunan kata tersebut tetap harus memperhatikan ketepatan makna dari nilai-nilai yang hendak disampaikan.

Ada sebuah kisah yang tepat dan menarik untuk menjelaskan hal ini. Pada suatu hari, Amr bin Ash, yang saat itu belum masuk Islam, datang ke Yamamah untuk berdagang. Disana ia bertemu dengan musailamah. Musailamah bertanya, “Apa lagi surat yang turun kepada temanmu di Makkah?” Amr menjawab, “Ada sebuah surat pendek tapi luar biasa, surat pendek itu memiliki makna yang amat dalam.”

“Coba bacakan untukku”, tantang Musailamah. Lalu Amr bin Ash membacanya.
وَالْعَصْرِ , إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ , إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ .

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. “

Musailamah terdiam sejenak lalu ia mengatakan, “Telah turun kepadaku surat seperti itu” (Saya akan tuliskan transliterasinya. Mohon maaf bila transliterasinya kurang baku.)

“Ya wabr, ya wabr, innama anta udzunani wa shadr, wasa’iruka hasrun nakr.”

Mendengar ayat tersebut spontan amr bin ash mengatakan “Wallah, innaka lakadzib! Demi Allah, kamu pasti berdusta!”

Mengapa Amr yang masih kafir bisa mengatakan itu? Karena isinya! Kurang lebih begini. “Hai kelinci, hai kelinci, sungguh tampak padamu dua telinga dan satu dada. Dan disekitar kamu terdapat dbanyak lubang bekas galian.”

Kita bisa melihat upaya Musailamah mengikuti irama dari al Qur’an mungkin ia berhasil tetapi ia gagal memilih makna yang hendak disampaikan.

Rasyad Khalifa, seorang peneliti numerologi al Qur’an, memberikan tambahan syarat yang menarik. Menurutnya tandingan Qur’an yang dibuat setiap katanya harus memenuhi perkalian angka 19 plus banyak syarat matematis lainnya. Hal ini karena al Qur’an disusun dengan redaksi yang diatur.

Sisi Kandungan
Sisi kandungan al Qur’an setidaknya tersebut meliputi kabar kisah-kisah orang terdahulu, ramalan akan peristiwa yang akan datang, dan isyarat sebagian hukum alam yang tidak diketahui oleh manusia di saat turunnya al Qur’an.

Pemberitaan masa lalu misalnya tentang berita tengelam dan terselamatkannya jasad firaun. Seperti yang tertera pada ayat berikut

“Maka pada hari ini, Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak mempercayai kamu berdua.” (QS.Yunus:92)

Menurut Prof Dr Maurice Bucaille setelah meneliti mumi firaun mustahil mengetahui firaun tenggelam kecuali dengan pengetahuan modern. Bila dibandingkan dengan taurat ataupun injil yang menceritakan kisah ini tidak ada cerita tentang penyelamatan jasad firaun. Lalu dari mana Muhammad bisa mengetahui bahwa jasad firaun itu selamat.

Lalu mengenai ramalan peristiwa yang akan datang. Contoh yang cukup sering ditampilkan adalah tentang kekalahan Persia atas Romawi. Surat ar rum menceritakan kekalahan Romawi atas Persia dan berita kemenangannya beberapa tahun yang berikutnya.

“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendakiNya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.” (TQS Ar Ruum: 1-5)

Terbukti tujuh tahun setelah kekalahannya, Romawi berhasil mengalahkan Persia. Dan menariknya pada saat yang sama, sesuai ayat di atas, kaum muslimin memenangkan perang badar.

Mengenai isyarat hukum alam ada contoh yang menarik dari buku pelajaran agama SMA kelas 3 yang masih saya ingat. Contoh ini sangat luar biasa. Alasannya jika dibanding dengan isyarat ilmiah lain, biasanya pengetahuannya masih berupa hipotesis artinya bisa benar bisa salah. Sedangkan pengetahuan ini tidak mungkin dibantah lagi. Perhatikan ayat berikut!

“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut (نَمْلَةٌ): ‘Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari'” (TQS An Naml: 18)

Ayat di atas menceritakan tentang seekor semut yang memberikan komando pada semut yang lain. Pada ayat ini digunakan kata ganti perempuan (muannats) untuk seekor semut tadi yaitu namlatun. Padahal mustahil pengetahuan 14 abad yang lampau menjelaskan bahwa pemimpin semut adalah ratu bukan raja!

Berbeda dengan sisi kebahasaan, kemukjizatan beberapa kandungan al Qur’an baru ditemukan kemudian. Hal ini akhirnya menimbulkan perdebatan apakan kandungan al Qur’an adalah mukjizat. Menurut Muhammad Husain Abdullah dalam Studi Dasar Pemikiran Islam setidaknya ada dua alasan mengapa perkara-perkara ini ditolak sebagai mukjizat dari al Qur’an.

Pertama, mukjizat itu mesti menunjukkan kelemahan manusia. Artinya selama ada yang bisa membuat cerita yang sesuatu yang terjadi di masa lampau atau memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang atau menjelaskan sebagian hukum-hukum alam maka tentangan itu terpenuhi. Misalkan ada orang yang membuat sesuatu yang memuat ketiga hal ini yang belum terbukti saat ini. Ia bisa dengan simpel menyatakan bahwa belum terbukti tidak berarti salah.

Kedua, Kemukjizatan itu mesti ada di setiap surat dalam al Qur’an. Karena setiap surat dalam al Qur’an mengandung mukjizat. Al Qur’an menantang membuat satu surat saja artinya dalam satu surat harus ada kemukjizatannya. Sisi kandungan seperti cerita masa lampau tadi tidak ada pada setiap surat. Surat an nas misalnya tidak mengandung satupun dari ketiga hal tersebut.

Sebenarnya perkara-perkara yang dianggap sebagai mukjizat tersebut merupakan dalil atas ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Terlepas dari apakah sisi kandungan ini merupakan mukjizat atau bukan tetap patut kita renungkan sebagai bukti kebenaran al Qur’an.

والله أعلم

Apakah Muhammad mengarang Qur’an (part 1)

Kemungkinan ini adalah yang paling sering dituduhkan kepada al Qur’an. Tentu saja karena memang nabi Muhammad adalah orang yang menyampaikan al Qur’an. Namun bila kita memperhatikan isi al Qur’an ada beberapa hal yang membuat al Qur’an mustahil berasal dari Muhammad.

Gaya bahasa yang berbeda
Apabila kita membandingkan hadits-hadits dengan ayat-ayat al Qur’an maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasa (uslub), padahal keduanya berasal dari orang yang sama. Akan tetapi, keduanya berbeda dari segi gaya bahasanya. Seringkali Muhammad membacakan al Qur’an dan sesaat setelahnya menjelaskannya dengan hadits. Para sahabat akan dengan mudah membedakan mana yang al Qur’an dan mana yang hadits karena masing-masing memiliki gaya bahasanya tersendiri.

Memang bisa saja ada orang bersandiwara dengan menggunakan dua gaya bahasa yang berbeda dalam pembicaraannya, namun bila dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pastilah akan banyak kemiripan di antara gaya bahasa yang satu dengan gaya bahasa yang lain. Sedangkan pada al Qur’an dan hadits tidak ditemukan hal yang demikian. Bahkan dengan gaya bahasa orang Arab kebanyakan pun al Qur’an tidak memiliki kemiripan.

Fase lengkapnya al Qur’an
Semenjak turun pertama kali sampai al Qur’an itu lengkap menghabiskan waktu sekitar dua puluh tiga tahun, waktu yang cukup lama untuk menyusun sebuah buku. Manusia pada umumnya mengalami perubahan mental. Kadang ada fase ia gembira atau sedih. Al Qur’an disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian. Tentunya kondisi ini akan mempengaruhi kualitas dari al Qur’an. Tetapi al Qur’an tidak berubah mengikuti kondisi muhammad. Kalaulah mengikuti kondisi muhammad pastilah di sana akan banyak terjadi pertentangan.

Susunan Al Qur’an tidak mengikuti urutan turunnya. Namun kita bisa merasakan dengan jelas al Qur’an merupakan ungkapan yang mengalir antara satu dengan ayat lainnya. Ayat-ayat tersebut saling berkait dalam satu kesatuan serta tersusun secara rapi dan harmonis seperti telah direncanakan susunannya seperti itu jauh sebelumnya.

Muhammad seorang yang buta huruf
Bila ditilik sejarah hidupnya Muhammad sama sekali tidak pernah sempat bersekolah. Sejak kecil telah ditinggal orang tuanya. Sempat menjadi penggembala kambing lalu ikut menjadi pedagang. Pekerjaan berdagang saat itu tidak memakan waktu singkat. Dari satu negeri ke negeri lain menggunakan unta bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan.

Di sisi lain, buta huruf bukanlah sesuatu yang aib saat itu. Hafalan menjadi kebanggaan. Seorang penyair yang ketahuan menuliskan syair-syairnya akan dicemooh lemah hafalan. Penghargaan mereka terhadap kekuatan hafalan terus berlanjut sehingga dijadikan kriteria dalam periwayatan hadits.

Bila dikaitkan dengan al Qur’an, al Qur’an telah membahas berbagai aspek, baik masalah agama, ekonomi, politik, sosial, budaya, peradilan, bahkan mengenai alam semesta. Hal ini menunjukkan pembuatnya menguasai berbagai bidang keilmuan secara mendalam. Apakah Muhammad yang buta huruf dan tidak bersekolah memahami setiap perkara secara mendalam lalu dengan mudah mengkompilasikannya dalam al Qur’an.

Altruisme dan pengorbanan Muhammad
Ada banyak kisah yang menunjukkan kebaikan Muhammad yang tinggi. Pernah suatu ketika selendang beliau ditarik dari belakang. Lalu orang tersebut menyatakan ingin selendang tersebut. Lalu Muhammad memberikan selendang itu. Di lain waktu Muhammad juga pernah menjenguk seseorang yang sangat membencinya ketika orang tersebut sakit. Padahal teman-temannya sendiri belum ada yang menjenguknya.

Di sisi lain ada banyak kisah yang menunjukkan pengorbanan Muhammad terhadap agamanya. Muhammad adalah seorang pedagang kaya sebelum menjadi nabi. Setelah menjadi nabi kekayaannya habis untuk berdakwah. Ia pun harus menerima perlakuan buruk dari kaumnya. Bahkan pada masa pemboikotan Muhammad sampai memakan sendalnya yang terbuat dari kulit unta. Pada akhir hayatnya nabi Muhammad tidak mewariskan apapun kepada keluarganya.

Alangkah sulit membayangkan orang yang berbohong atas nama tuhan dengan membuat al Qur’an melakukan banyak kebaikan dan pengorbanan. Mengapa tidak mengaku saja bahwa al Qur’an itu buatannya sendiri jikalau ia memang orang baik-baik yang memperjuangkan kebaikan versinya sendiri.

Kritik terhadap Muhammad
Di dalam al Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengkritik ketidaktepatan tindakan Muhammad. Seperti pada ayat-ayat berikut:

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), Sedang ia takut kepada (Allah), Maka kamu mengabaikannya.” [TQS Abasa: 1-10]

Atau
“Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar Karena tebusan yang kamu ambil.” [TQS al Anfal: 67-68]

Atau
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. [TQS al Qiyamah: 16-19]

Jika memang Muhammad yang membuat al Qur’an tidaklah masuk akal bila ia mengkritik diri sendiri atas keputusan yang ia telah ambil lalu mengabadikannya dalam al Qur’an.

Hanya yang perlu diperhatikan bahwa yang dikritik al Qur’an adalah ketidaktepatan pemilihan sikap yang diambil oleh nabi Muhammad bukan kesalahan yang berhukum haram karena nabi Muhammad tidak pernah melakukan dosa (maksum). Apa salahnya berdakwah ke pembesar Quraisy? Bukankah beliau diperintahkan berdakwah kepada siapapun. Hanya saja ketika ada orang yang bersedia didakwahi tentunya tidak tepat apabila tidak mendahulukan orang yang bersedia. Perkara-perkara seperti itu disebut khilaful aula (menyelisihi yang terbaik)

Tertundanya jawaban
Kita seringkali menjumpai kondisi di mana Muhammad ditanyai sahabatnya mengenai satu perkara atau ada suatu peristiwa yang perlu dikomentari segera. Tetapi tidak semuanya langsung beliau jawab, ada pula yang ditunda.

Bahkan pernah suatu ketika beliau ditegur oleh Allah dalam al Qur’an karena menjanjikan jawaban atas pertanyaan seorang sahabat keesokan harinya.

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. [TQS al Kahfi: 23-24]

Menurut sebuah riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada nabi Muhammad saw. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain, lalu beliau menyuruh mereka datang besok pagi kepadaya agar beliau ceritakan. Saat itu beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya: jika Allah menghendaki). Tetapi sampai beberapa hari wahyu tidak pula datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi. Jika saja beliau yang membuat al Qur’an, untuk apa beliau menangguhkan jawabannya beberapa saat.

-Islam menjawab tuduhan
-notes fb Irfan habibie

Bagaimana Kita mengetahui Quran berasal dari Tuhan

Oleh : Irfan Habibie
Ini adalah pertanyaan penting kedua setelah pertanyaan apakah al Qur’an otentik. Pertanyaan apakah al Qur’an otentik baru menjawab apakah al Qur’an yang kita pegang sekarang sama dengan al Qur’an pada jaman nabi Muhammad. Kita tetap membutuhkan bukti al Qur’an berasal dari sang pencipta alam.

Ada dua cara membuktikan al Qur’an berasal dari sang pencipta. Pertama, melalui kemukjizatan al Qur’an. Kemukjizatan al Qur’an akan menunjukkan bahwa pembuatnya menguasai alam semesta sehingga tidak mungkin ada manusia yang membuatnya (insyaAllah dibahas pada artikel berikutnya). Kedua, melalui pembuktian rasional deduktif.

Pembahasan rasional deduktif ini dilakukan dengan mengumpulkan semua kemungkinan logis dari mana asal al Qur’an. Secara sederhana dengan mempertimbangkan sejarah, karena al Qur’an disampaikan oleh Muhammad maka kemungkinan yang logis adalah yang berkisar di seputar Muhammad. Kemungkinannya saya bagi menjadi tiga. Pertama, al Qur’an dibuat oleh Muhammad dengan idenya sendiri. Kedua, Muhammad “nyontek”. Dua kemungkinan ini berarti manusia yang membuatnya. Setidaknya dua kemungkinan ini juga yang dituduhkan para orientalis kepada al Qur’an. Ketiga, al Qur’an berasal dari sang pencipta sedangkan Muhammad hanya sekadar penyampai saja.

Walau terlihat logis, kemungkinan pertama dan kedua adalah kemungkinan yang sulit diterima bila dikaitkan dengan apa yang disampaikan dalam al Qur’an sendiri. Al Qur’an berkali-kali telah menantang siapapun yang meragukannya. Saat itu, tantangan ini khususnya ditujukan kepada musuh-musuh Muhammad.

Ataukah mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar. [TQS Ath Thur 33-34]

Tantangan kemudian diturunkan menjadi sepuluh surat saja.

Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad Telah membuat-buat Al Qur’an itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. [TQS Hud: 13]

Akhirnya tantangan tersebut diturunkan hingga satu surat saja.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. [TQS Al Baqarah: 23]

Tantangan ini tidak sanggup mereka penuhi. Alih-alih membuat yang serupa mereka lebih memilih cara kekerasan kepada para pengikut Muhammad. Padahal cara paling jitu dalam menghentikan dakwah Muhammad adalah dengan membuat yang serupa dengan al Qur’an. Atau cukup dengan membuat satu surat terpendek saja yaitu al Kautsar yang hanya terdiri dari tiga ayat.

Bila memang al Qur’an ini buatan Muhammad atau ada karya manusia lainnya yang dicontek Muhammad maka seharusnya al Qur’an dapat ditiru dengan mudah. Kalau kita bandingkan dengan sebuah lagu misalnya ada sebuah lagu beraliran jazz. Maka seharusnya membuat yang serupa seharusnya mudah karena telah ada polanya. Bahkan tidak mustahil dapat dibuat sebuah karya beraliran jazz yang lebih indah. Kita bisa lihat juga saat ini ketika laris musik beraliran pop-melayu, ramai-ramailah lagu beraliran pop-melayu muncul.

Bila seluruh penentang Muhammad tidak bisa membuat yang serupa, pertanyaannya mengapa Muhammad mampu?

Al Qur’an juga telah menantang mereka yang ragu dengan tantangan yang lain, yaitu tantangan untuk mencari kontradiksi dalam al Qur’an. Karena seandainya al Qur’an ini buatan Muhammad, seorang manusia biasa, pasti akan banyak pertentangan dan kekurangan di dalamnya sebagaimana buatan manusia yang lain.

“Tidakkah mereka itu memikirkan Al-Qur’an? Seandainya Al Qur’an itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya.” (TQS an Nisa: 82)

Kekuatan al Qur’an yang tak dapat ditiru inilah yang menyebabkan Abu Dzar Al Ghifari, Umar bin Khatab, serta para sahabat lainnya masuk Islam. Kekuatan al Qur’an tersebut juga yang telah membuat para pembesar Quraisy musuh Muhammad harus sembunyi-sembunyi mendengarkannya sampai berulang kali.

Sherlock Holmes, dalam The Adventure of the Blanched Soldier, mengatakan “When you have eliminated all which is impossible, then whatever remains, however improbable, must be the truth.” (ketika engkau telah menghilangkan segala hal yang mustahil, maka apa pun yang tersisa, betapa pun sulit dipercaya, adalah kebenaran).

Setelah semua kemungkinan lainnya mustahil maka kita harus percaya, mau atau tidak, bahwa Allah lah yang membuat al Qur’an. Dan Dia lah tuhan yang esa, Pencipta alam semesta ini.

“Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, Dengan bahasa Arab yang jelas.” [TQS. as Syu’ara: 192-197]

والله أعلم

Inspirasi Isi Quran dari mana???

Al-Qur`an merupakan satu-satunya kitab suci yang berasal dari Allah bagi seluruh umat manusia sebagai suatu peringatan dan petunjuk, dan terjamin validitasnya sampai hari kiamat. Umat manusia pernah mendapatkan beberapa kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Qur`an. Akan tetapi, Allah telah menjamin pemeliharaan Al-Qur`an dan tidak ditemukan jaminan Allah untuk kitab-kitab lainnya selain Quran.Mengapa?? Mungkin karena Quran dibawa oleh nabi terakhir dan untuk seluruh manusia,juga Islam sudah disempurnakan,dimana saat dahulu dapat dibilang belum sempurna.Dalam ayat yang jelas disebutkan

“Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Al-Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)

Klaim yang berkembang luas lainnya di antara orientalisme adalah bahwa Nabi Muhammad terinspirasi oleh kitab Taurat dan Injil kemudian menulis Al-Qur`an. Akar permasalahannya adalah bahwa klaim yang benar-benar imajiner dan sama sekali tidak mendasar ini menganggap adanya persamaan antara apa yang ada di dalam Al-Qur`an dan kitab Taurat dan Injil.Dari segi tuduhan saja,sudah menggunakan persepsi sendiri tanpa disertai penguat ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan

Adalah hal yang amat wajar bila terdapat kesamaan antara ketiga kitab tersebut karena—akhirnya (jika kita memandang pada bagian isi Taurat dan Injil)—ketiganya mengandung wahyu Allah dan pesannya adalah satu dan sama. Bahasan utamanya, seperti keberadaan Allah, Tauhidullah, sifat-sifat-Nya, keimanan terhadap hari akhir, karakteristik kaum mukminin, kaum munafikin, dan mereka yang menentang Allah, kehidupan bangsa-bangsa terdahulu, petunjuk, larangan, dan nilai-nilai moral, merupakan fakta-fakta universal dan akan tetap ada di sepanjang masa (bisa baca tentang gaya bahasa Quran disini)

Konsekuensinya, tidaklah mengherankan bila topik-topik ini yang disebutkan di dalam kitab-kitab suci sebelumnya menyerupai atau paralel dengan apa yang ada dalam Al-Qur`an. Sebenarnya, tidak ada pernyataan dalam Al-Qur`an bahwa Islam adalah agama yang sangat berbeda. Persamaan-persamaan tersebut dinyatakan dalam ayat Al-Qur`an sebagai berikut.

“Dan sesungguhnya Al-Qur`an itu benar-benar (tersebut) dalam kitab-kitab orang yang dahulu. Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka bahwa para ulama bani Israel mengetahuinya?” (asy-Syu’araa`: 196-197)

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah….” (an-Nisaa`: 131)

Selain itu, dinyatakan dalam Al-Qur`an bahwa Al-Qur`an membenarkan apa yang ada di dalam Taurat dan Injil,

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur`an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang….” (al-Maa`idah: 48)

Kualitas pembenaran kitab-kitab sebelumnya tidaklah aneh bagi Al-Qur`an, tetapi memang telah dinyatakan dalam semua kitab yang terdahulu tersebut. Ktab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s.. Kenyataan ini dinyatakan dalam Al-Qur`an,

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (al-Maa`idah: 46)

Ini adalah hukum Allah dan tentulah berlaku juga bagi Al-Qur`an. Beberapa bahasan yang sama dengan yang terdapat dalam kitab-kitab suci lainnya telah disebutkan dalam Al-Qur`an. Permulaan dilakukannya ibadah haji oleh Nabi Ibrahim, yaitu dalam surah al-Hajj ayat 26 dan 27, adanya kewajiban shalat setiap hari dan membayar zakat sebelum masa Rasulullah terdapat dalam surah al-Anbiyaa` ayat 72 dan 73, dan akhlak mulia yang diperintahkan bagi semua nabi terdapat dalam surah al-Mu`minuun ayat 51; semuanya merupakan bahasan yang umum.(Nabi –nabi zaman dahulu juga shalat)

“Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah (dari Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (al-Anbiyaa`: 72-73)

“Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya, Aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mu`minuun: 51)

Kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat keyakinan yang sama antara Al-Qur`an dan kitab-kitab suci lainnya, dan bahwa ini tidak saja alami, tetapi juga logis. Karenanya, keberadaan berbagai persamaan tersebut tidaklah saling bertentangan; justru hal tersebut lebih jauh memberikan penekanan akan kebenaran bahwa semua kitab suci tersebut berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah. Ini adalah kenyataan yang dinyatakan dalam Al-Qur`an dan dibenarkan oleh akal dan logika.

Allah telah menurunkan ayat-ayat-Nya tentang bahwasanya Al-Qur`an adalah kitab yang benar yang diturunkan oleh-Nya dan keadaan mereka yang tidak mengimani kebenaran ini.Jika Muhammad yang mengarangnya tentu dia akan membuat keputusan-keputusan dalam Quran yang menguntungkan dirinya,tetapi apa yang terjadi,malah rasul dihujat dan berbagai macam percobaan pembunuhan dilakukan,dan untuk apa cape-cape melanjutkan jikasudah tidak menguntungkan berbahaya pula.Dan ternyata ada ayat yang langsung membantah perkataan orang-orang saat itu yang tentu juga zaman sekarang para orientalis mengatakannya

“Tidaklah mungkin Al-Qur`an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi, (Al-Qur`an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buatnya.’ Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surah seumpamanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.’ Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.” (Yunus: 37-39)

Jika kita lihat ayat diatas,langsung ditegaskan bahwa tidak mungkin alias kemungkinannya nol persen bahwa Quran ini dibuat oleh selain Allah,karena dari beberapa persamaan,hanya Tuhan yang mengetahui sesuatu yang terjadi dimasa lalu,dan yang akan datang,dan itu terdapat dalam Quran ini.Juga terang-terangan mengadakan tantangan yang abadi sampai zaman ini,tantangan yang tidak kadaluarsa bahwa datangkanlah sebuah surah saja seumpama Quran,yang dalam bahasan sebelumnya dijelaskan tentang seperti apa yang seumpama Quran itu.Jika Quran itu”nyontek”ini juga aneh,karena kalau hanya untuk mencontek buat apa nabi Muhammad bersusah-susah membuat Quran tanpa tujuan yang malah membahayakan dirinya

Selain itu, terdapat satu dimensi lain dalam bahasan ini. Nabi Muhammad bukanlah seseorang yang telah mengumpulkan berbagai informasi dan mencarinya, baik dalam Taurat maupun Injil, selama hidupnya. Para sahabat Rasulullah yang sangat dekat dengannya telah mengakui fakta bahwa Rasulullah tidak pernah membaca, menulis, bekerja, atau mencari-cari berbagai informasi dari kitab-kitab suci ini. Tidak ada seorang pun yang mempunyai keraguan tentang hal ini. Ditambah lagi, karakteristik Rasulullah ini telah benar-benar termasyhur di kalangan kaum kafir yang digunakan Al-Qur`an sebagai bukti untuk melawan mereka.Para sarjana Teologi zaman modern ini saja belum tentu menguasai tentang Taurat yang diterima dan Injil(PB),apalagi saat waktu itu,dengan bahasanya Quran menyatakan dengan tegas

“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur`an) sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (al-‘Ankabuut: 48)

Semua orang tahu saat itu tentang kehidupan nabi mulai dari kecil hingga meninggal,dan tidak ada satupun dalil bahwa rasul itu tidak “ummi”.Istilah “ummi”, yang merujuk pada seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang kitab-kitab suci terdahulu dan bukan sebagai umat dari agama-agama ini, digunakan Al-Qur`an bagi Nabi Muhammad saw. untuk menekankan sifatnya. Ayat tersebut adalah,

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil….” (al-A’raaf: 157)

Konteks dalam istilah “ummi” yang digunakan untuk merujuk pada mereka yang bukan umat Nasrani atau Yahudi Sebagaimana kita dapat simpulkan dari ayat tersebut, istilah “ummi” digunakan untuk merujuk pada manusia yang belum pernah diturunkan kitab kepadanya. Jadi, hal tersebut menjadi jelas bahwa istilah tersebut tidak digunakan Al-Qur`an dengan bentuk klasikal yang bermakna “buta huruf”.Jelas semua orang tahu saat itu rasul itu ummy,jika Quran dibuat olehnya tentu sangat aneh,karena akan ketahuan jika Rasul mengarang-karang Quran,karena itu tugas rasul ialah murni sebagai penyampai saja apa yang diwahyukan oleh Allah,tanpa menambah atau mengurangi

Ketidakselarasan dan Perbedaan

Setelah kita mengetahui berbagai logika yang ada di atas bagaimana persamaan-persamaan yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan kitab-kitab suci lainya. Akan tetapi, ketika seseorang memberikan perhatian yang cukup terhadap hal tersebut, dia akan menyadari bahwa sebenarnya terdapat banyak lagi ketidakselarasan dan perbedaan antara semua kitab tersebut. Sebagai tambahan pada persamaan-persamaan yang ada, perbedaan yang dimiliki Al-Qur`an dibandingkan dengan kitab-kitab samawi lainnya dan bagaimana Al-Qur`an membenarkan perubahan-perubahan yang terdapat dalam kitab-kitab suci lainnya, merupakan bukti bahwa—secara kata per kata—Al-Qur`an adalah sebuah kitab suci.

Karena kitab-kitab samawi yang diturunkan sebelumnya telah mengalami berbagai perubahan yang dilakukan oleh manusia dan telah kehilangan sebagian besar orisinalitas wahyu ilahiyahnya, kitab-kitab tersebut mengandung logika dan referensi yang bertentangan, dan pada saat yang sama bertentangan secara langsung dengan kandungan Al-Qur`an. Juga terdapat berbagai variasi dalam kisah-kisah yang terdapat di dalamnya dibandingkan dengan Al-Qur`an.

Kitab-kitab ini telah mengalami banyak perubahan dalam kandungan dan logikanya dan begitu juga gaya serta komposisinya. Ini karena kitab-kitab itu telah berubah menjadi teks-teks sejarah agama yang mistis daripada sebagai kitab-kitab samawi. Misalnya, kitab pertama dari Taurat, Genesis (Kejadian), menceritakan kisah bani Israel dari awal penciptaan hingga kematian Nabi Yusuf. Gaya ekspresi historis ini mendominasi sebagaimana yang terdapat pada kitab-kitab Taurat lainnya.

Dengan cara yang sama, bagian-bagian inisial dari keempat Injil yang resmi(kanonik) yang kisah hidup Nabi Isa sebagai topik utamanya. Bahasan utama dari keempat jenis Injil ini adalah kisah kehidupan, sabda, dan kegiatannya.

Sebaliknya, Al-Qur`an mempunyai gaya yang sangat berbeda. Ada sebuah ajakan terbuka kepada agama (Islam) yang diawali dengan surah al-Faatihah. Pada bahasan-bahasannya, topik utama yang terkandung dalam Al-Qur`an adalah pengakuan terhadap Allah sebagai bukti ketidaksempurnaan seorang makhluk dan perintah kepada kaum mukminin untuk menjauhi perbuatan syirik agar menyerahkan diri mereka hanya kepada Allah.

Pada masa kini, dalam kitab Taurat yang telah diubah, terdapat banyak ketidaksempurnaan dan sifat-sifat manusia yang telah disamakan dengan sifat Allah (Allah adalah di atas segalanya). Misalnya, kisah Nabi Nuh yang mengandung banyak kebohongan tentang sifat-sifat Allah. Karakter manusia seperti merasa lelah atau menyesal, berdiam diri, dan banyak lagi sifat yang tidak dapat disebutkan di sini telah disamakan dengan sifat Allah. Taurat juga banyak menyebutkan tentang Allah ketika kitab tersebut menerangkan tentang Allah sebagaimana seorang manusia, seperti berjalan, berkelahi, dan merasa marah (Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan).

Ini adalah alasan mengapa ada peringatan-peringatan yang jelas dalam Al-Qur`an terhadap mereka yang mengada-ada dan mengatakan kebohongan-kebohongan dari golongan kaum Yahudi. Salah satu tuduhan tersebut adalah bahwa Allah (Yang Mahakuasa) adalah kikir.

“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tangan Allah terbelenggu.’ Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki….” (al-Maa`idah: 64)

Pada keseluruhan kandungannya, Al-Qur`an berbeda dengan Taurat karena Al-Qur`an tidak hanya berbicara tentang satu bangsa, tetapi tentang seluruh peradaban, kebangkitan dan kerunTuhannya. Sebagaimana diperintahkannya mereka yang telah diturunkan Al-Qur`an kepadanya untuk bertanggung jawab mengikuti semua perintahnya. Sifat-sifat ini menjadikannya berbeda dan universal. Karena semua kitab samawi (kecuali Al-Qur`an) telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh manusia di sepanjang sejarahnya dan telah hilangnya
orisinalitasnya, kitab-kitab itu tidak lagi mempunyai sifat kesamawiannya. Beberapa prinsip dasar ajaran yang disebutkan dalam kitab Injil, yang dianggap sebagai satu sumber Al-Qur`an, telah disanggah secara terbuka oleh Al-Qur`an.

“Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak perempuan.’ Sesungguhnya, kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 88-93)

Pernyataan serupa lainnya yang merupakan penentangan terhadap Al-Qur`an adalah penyaliban Nabi Isa oleh bangsa Yahudi. Dalam Al-Qur`an, dinyatakan bahwa bangsa Yahudi tidaklah membunuh (Nabi Isa), tetapi telah disamarkan .Ditambahkan pula bahwa Allah telah mengangkatnya ke haribaan-Nya.

Kesimpulannya, jika kita membuat suatu perbandingan umum, kita akan mengetahui bahwa kebenaran penting yang diberikan sebagai petunjuk oleh Al-Qur`an bagi umat manusia adalah Tauhidullah, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Dia mempunyai sifat yang tidak sama dengan makhluk-Nya atau sifat-sifat negatif lainnya. Fakta-fakta penting ini diulang-ulang dalam Al-Qur`an dalam kisah-kisah qur`ani yang mengandung petunjuk, peringatan, dan pengetahuan

Semua ini membuktikan bahwa Al-Qur`an adalah sebuah kitab samawi.

Sumber: Harun Yahya

Al Quran berkisah untuk Apa???

Ini salah satu seri Quran
ringkasan dari Syaikh Muhammad Salih Al Utsaimin

Al Quran

Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.

Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)

Oleh karena itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka kedoknya.

Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)

Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)

Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shaad:29)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka iktuilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)

Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu kaan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)

Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surat, mka di antara mereak (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang berimana, maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira # Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)

Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)

Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)

Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)

Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang karenanya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,

Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)

Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)

Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)

Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)

Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)

Urgensi Kisah Dalam al-Qur’an

Secara bahasa kata al-Qashash dan al-Qushsh maknanya mengikuti atsar (jejak/bekas). Sedangkan secara istilah maknanya adalah informasi mengenai suatu kejadian/perkara yang berperiodik di mana satu sama lainnya saling sambung-menyambung (berangkai).

Kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan kisah paling benar sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala, “Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allah.?” (QS.an-Nisa’/4:87). Hal ini, karena kesesuaiannya dengan realitas sangatlah sempurna.

Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala, “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu.” (QS.Yusuf/12:3). Hal ini, karena ia mencakup tingkatan kesempurnaan paling tinggi dalam capaian balaghah dan keagungan maknanya.

Kisah al-Qur’an juga merupakan kisah paling bermanfa’at sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf/12:111). Hal ini, karena pengaruhnya terhadap perbaikan hati, perbuatan dan akhlaq amat kuat.

Jenis-Jenis Kisah

Kisah al-Qur’an terbagi menjadi 3 jenis:

1. Kisah mengenai para nabi dan Rasul serta hal-hal yang terjadi antara mereka dan orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir.

2. Kisah mengenai individu-individu dan golongan-golongan tertentu yang mengandung pelajaran. Karenanya, Allah mengisahkan mereka seperti kisah Maryam, Luqman, orang yang melewati suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya (seperti tertera dalam surat al-Baqarah/2:259), Dzulqarnain, Qarun, Ash-habul Kahf, Ash-habul Fiil, Ash-habul Ukhdud dan lain sebagainya.

3. Kisah mengenai kejadian-kejadian dan kaum-kaum pada masa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti kisah perang Badar, Uhud, Ahzab (Khandaq), Bani Quraizhah, Bani an-Nadhir, Zaid bin Haritsah, Abu Lahab dan sebagainya.

Beberapa Hikmah Penampilan Kisah

Hikmah yang dapat dipetik banyak sekali, di antaranya:

a. Penjelasan mengenai hikmah Allah ta’ala dalam kandungan kisah-kisah tersebut, sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmat yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka).” (al-Qamar/54:4-5)

b. Penjelasan keadilan Allah ta’ala melalui hukuman-Nya terhadap orang-orang yang mendustakan-Nya. Dalam hal ini, firman-Nya mengenai orang-orang yang mendustakan itu, “Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfa’at sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan.” (QS. hud/11:101)

c. Penjelasan mengenai karunia-Nya berupa diberikannya pahala kepada orang-orang beriman. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing.” (QS. Al-qamar/54:34)

d. Hiburan bagi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam atas sikap yang dilakukan orang-orang yang mendustakannya terhadapnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku.” (QS.fathir/35:25-26)

e. Sugesti bagi kaum Mukminin dalam hal keimanan di mana dituntut agar tegar di atasnya bahkan menambah frekuensinya sebab mereka mengetahui bagaimana kaum Mukminin terdahulu selamat dan bagaimana mereka menang saat diperintahkan berjihad. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala, “Maka Kami telah memperkenankan doanya dari menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikian itulah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS.al-Anbiya’/21:88) Dan firman-Nya yang lain, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS.ar-Rum/30:47)

f. Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran. Hal ini sebagaimana firman-Nyma, “Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereak dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS.muhammad/47:10)

g. Menetapkan risalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, sebab berita-berita tentang umat-umat terdahulu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang ghaib yang Kmai wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” (QS.Hud/11:49) Dan firman-Nya, “”Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah.” (Ibrahim/14:9)

Apa Faedah Pengulangan Kisah?

Ada di antara kisah-kisah al-Qur’an yang hanya disebutkan satu kali saja seperti kisah Luqman dan Ash-habul Kahf. Ada pula yang disebutkan berulang kali sesuai dengan kebutuhan dan mashlahat. Pengulangan ini pun tidak dalam satu aspek, tetapi berbeda dari aspek panjang dan pendek, lembut dan keras serta penyebutan sebagian aspek lain dari kisah itu di satu tempat namun tidak disebutkan di tempat lainnya.

Hikmah Pengulangan Kisah

Di antara hikmah pengulangan kisah ini adalah:

– Penjelasan betapa urgennya kisah sebab dengan pengulangannya menunjukkan adanya perhatian penuh terhadapnya.

– Menguatkan kisah itu sehingga tertanam kokoh di hati semua manusia

– Memperhatikan masa dan kondisi orang-orang yang diajak bicara. Karena itu, anda sering mendapatkan kisahnya begitu singkat dan biasanya keras bila berkenaan dengan kisah-kisah dalam surat-surat Makkiyyah, namun hal sebaliknya terjadi pada kisah-kisah dalam surat-surat Madaniyyah

– Penjelasan sisi balaghah al-Qur’an dalam pemunculan kisah-kisah tersebut dari sisi yang satu atau dari sisi yang lainnya sesuai dengan tuntutan kondisi

– Nampak terangnya kebenaran al-Qur’an dan bahwa ia berasal dari Allah ta’ala dimana sekali pun kisah-kisah tersebut dimuat dalam beragam jenis namun tidak satu pun terjadi kontradiksi.

* Maksudnya, al-Qur’an adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab yang sebelumnya. (al-Qur’an dan terjemahannya, DEPAG RI)

(SUMBER: Ushuul Fii at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin, hal.9-11)

Gaya Bahasa Quran,siapakah penyusunnya??

Coba bayangkan ketika kita ingin mengarang sebuah buku, apa sebenarnya harapan kita ketika suatu saat kelak buku tersebut kita selesai tulis.Menurut saya,ketika kita membuat tulisan ,keinginan kita yaitu tulisan yang kita tulis di Baca oleh orang lain,sesuai dengan target dan keinginan kita tentunya.Jadi terdapat pihak-pihak mana yang dijadikan untuk tulisan dan akan dibaca oleh target tersebut. Penulis novel remaja jelas akan mengharapkan hasil karyanya dibaca oleh kalangan remaa pula, maka dia haruslah memakai bahasa dan gaya bahasa yang ‘hidup’ dalam lingkup dan konteks keremajaan. Maka jika kita baca novel-novel remaja zaman dahulu maka novel yang dibuat dentu berbeda dengan remaja zaman sekarang.Kita lihat di film-film yang diangkat dari novel bagaimana remaja tahun 80an dengan era remaja zaman sekarang.Tentu saja berbeda jauh,dan jika kita hidup zaman dulu disuguhkan novel remaja era millennium ini tentu akan ada rasa tidak nyambung.

Jika kita membuat sebuah novel roman picisan,jangan kira novel yang kita karang dan penuh romantisme dan meluapkan emosi perasaan kita dengan berapi-api akan menarik minat komunitas Fisikawan atau Ekonom untuk membacanya, karena buat mereka hal yang romantis justru muncul ketika berhadapan dengan rumus-rumus Fisika atau kaedah-kaedah ekonomi yang rumit. Bagaimana seorang matematikawan dalam komik QED sangat mencintai berpikir dan mencintai angka-angka dan logaritma.Baginya itulah romantisme…

Bagaimana dengan pencinta sejarah?? maka buku yang berisi rentetan peristiwa terkait dengan angka-angka tahun tertentu akan membuat pecinta sejarah itu berada alam dunianya sendiri dan tersenyum sendiri, cerita tentang nama Tokoh,bukti-bukti arkeologi mungkin itu yang akan dia tunggu-tunggu. Namun,tentu beda jika kita mengharapkan hal yang sama terjadi pada tukang bakso langgananya,justru senyam-senyum sendirinya itu yang lebih menarik minat tukang bakso ketimbang buku sejarah yang sedang dia baca. Apalagi saat kita membaca buku karya John Hersey “ A Bell For Adano” dan “The Wall”dan kita berikan kepada tukang becak dijalan lalu dia akan bertanya ini untuk apa,bisa untuk mengganjal kursi?? Jangankan tukang beca,kita pun belum tentu membaca buku tersebut heheh.

Dari buku yang sama, disatu pihak bisa bikin orang Indonesia ngakak abis ,atau mengernyutkan dahi tapi dilain tempat di Kutub utara senyumpun tidak ,bahkan buku John Hersey yang tadi merupakan buku favorit Einstein dan kita kebingungan ini buku apa sebenarnya buku yang membuat Einstein menikmatinya.Dan juga dari buku yang sama dibaca oleh orang yang sama akan berbeda pengaruhnya ketika dibaca pertama kali dibandingkan yang kedua kalinya, umumnya sebuah buku akan kehilangan ‘greget’ ketika dibaca untuk kedua kalinya.Pengalaman saya kalau komik tentunya makin lama berbeda gregetnya,juga novel jika dibaca paling bertahan 2 kali,dan sisanya dipajang dirak

Ketika kita menulis sebuah buku dan kita mengharapkan buku anda tersebut ‘sampai’ kepada SEMUA MANUSIA DALAM SEGALA JAMAN, mulai dari CEO sampai Wong Cilik,mulai dari Sabang sampai Tokyo,atau mulai dari anak kecil umur 5 tahun sampai kakeknya anak kecil tersebut dan setiap dibaca berulang-ulang, bisa membuat orang-orang menangis ketika dibaca keras dengan lantunan nada,Bisa menjadikan orang tersebut menjadi berpikir,merasa lebih baik dari sebelumnya,kira-kira buku seperti apa yang akan kita tulis???

Ada hal yang menarik ketika kita membaca Al Quran. Al Quran merupakan sebuah karya maka Al Quran bertujuan agar bisa dibaca tentunya,di mengerti,dan dipahami,lalu di jadikan sebagai pedoman dalam hidup manusia (seluruhnya).Yang tentu tercermin dari isinya yang menceritkan Keberadaan Yang Menciptakan,cara berhubungan dengan Yang Menciptakan,apa saja yang harus dilakukan jika ingin berhubungan dengan Yang Menciptakan,petunjuk yang diberikan agar sampai tujuan yang diberikan langsung oleh Yang Menciptakan,Aturan hidup agar selamat sampai tujuan akhir,Janji akan bertemu Yang Menciptakan suatu saat nanti,pelajaran kisah orang-orang dahulu yang tidak menaati peraturan Yang Menciptakan dan dijadikan sebagai pelajaran. ‘Sang Penulis’ Al-Qur’an (maksudnya dianalogikan kitab,namun Quran itu bukan buku tetapi firman Allah ) tentunya menginginkan si pembacanya lalu memang membaca, mengerti dan mengikuti apa-apa yang tercantum di dalam Al-Qur’an tersebut. Terdapat beragam tingkatan dan variasi dari orang-orang dituju oleh Sang Pencipta Al-Qur’an ini, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki dan perempuan, dari bermacam status sosial, mulai dari ibu2 yang suka gossip saat belanja sampai bapak-bapak yang meeting melulu di kantor, mulai dari orang sehat sampai yang sakit sekalipun, dari bermacam-macam latar belakang ilmu arsitektur, politik,matematika,desain grafis,dll.

Lalu bagaimanakah seharusnya sebuah kitab harus ‘menampilkan dirinya’ agar bisa memenuhi keinginan Yang Membuatnya serta sesuai hasrat semua orang-orang itu..?? Dalam tulisan saya sebelumnya mungkin akan memberikan gambaran tentang susunan –susunan tulisan yang ada dalam Quran  Seri Quran,Susunanya berdasarkan apa

. Kalau Al-Qur’an disusun secara kronologis dan rapi ,apik,runut mulai dari awal sampai akhir seperti buku sejarah, mungkin hal tersebut sama sekali tidak memuaskan si ahli Fisika,atau desain.Kkalau kalimatnya “berat”malah bisa membingungkan sang pembantu yang tidak tamat SD, atau bocah2 pesantren di kampong-kampung. kalau bahasanya terlalu teknis, pastilah dianggap ‘cetek’ oleh sang pujangga atau penyair dan juga gampang ditiru-tiru dan dibuat yang lebih bagus.

Sebuah tulisan bisa membangkitkan hasrat dan memberikan dampak kepada pembacanya bila disaat membaca tulisan tersebut,Seperti membaca komik naruto anak-anak bertingkah seperti halnya naruto. Membuat orang yang membacanya seolah-olah mengikuti alur pemikiran yang membuat tulisan dan pikirannya terbaca dan masuk jleb ke dalam hati tentang makna-makna tulisan tersebut. Lalu bagaimanakah mungkin sebentuk tulisan yang sama (satu sumber) bisa membuat pembacanya yang datang dari bermacam-macam latar belakang tadi bisa ‘masuk’ dan terpengaruh oleh bacaan yang sama itu..?? “Ada cerita menarik dari Komaruddin Hidayat, mengisahkan tentang temannya, seorang Profesor di universitas McGill, Montreal, Canada yang telah masuk Islam. Profesor tersebut mengemukakan pendapatnya tentang Al-Qur’an : “Jika saya membaca buku-buku teori akademis, cukuplah seminggu persiapannya dan saya akan bisa menjelaskannya di depan mahasiswa saya 80% dari kandungan buku tersebut. Kalau saya membaca buku novel, maka cukuplah sekali saja, sudah malas untuk membaca kedua kalinya. Buku-buku ilmiah itu logikanya linier, runtut, mudah diikuti uraiannya, dengan metode ‘speed reading’ sebuah buku tebal bisa tamat dibaca hanya dalam waktu sehari.Namun ketika saya membaca Al-Qur’an, saya menemukan gaya penuturan yang sangat kompleks, adakalanya linier, lalu memutar balik, dan kalau dicermati saling berhubungan membentuk jaringan makna. Sekalipun saya membaca ayat yang sama seperti yang saya baca kemaren, saya menemukan adanya perbedaan kesan dan rasa”.

Dalam Al-Qur’an pendapat Sang Profesor ini terlihat jelas dalam pemakaian kata ganti subjek dan objek yang berubah-ubah, pergantian tersebut serasa ‘mengombang-ambingkan’ kita terlarut dalam kalimat yang sedang kita baca. Sulaiman ath-Tharawanah, dalam bukunya ‘Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur’an’ mengemukakan pendapat ahli sastra Roman Jakson yang mengatakan :”Menjadikan struktur teks secara khusus sebagai objek kajian merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk menilai dimensi estetika suatu bahasa” dan ath-Tharawanah menyatakan bahwa :”dimensi estetika atau keindahan struktur teks-teks Al-Qur’an merupakan salah satu sisi penting kemukjizatan Al-Qur’an”, sehingga menimbulkan apa yang telah dirasakan dan diungkapkan Sang Profesor teman dari Mas Komar tadi.

Selanjutnya dicontohkan kisah dalam Al-Qur’an : Surat al-Kahfi, mengisahkan pelarian beberapa orang pemuda dari kaumnya yang zalim, bersembunyi dalam sebuah goa dan ditidurkan Allah selama 300 tahun : Pada awalnya, deskripsi kisah tersebut menggunakan kata ganti orang kedua yang ditujukan kepada pembaca (harap selalu diingat bahwa Al-Qur’an bukanlah berbentuk percakapan Allah dengan nabi Muhammad SAW, atau Allah ‘bicara’ nabi Muhammad mendengar, tapi Al-Qur’an merupakan firman Allah yang ‘diambil’ malaikat Jibril dari lauh mahfuzh, lalu disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, untuk kemudian disampaikan lagi kepada kita, jadi fungsi Rasulullah disini hanyalah sebagai ‘pipa saluran wahyu’ tidak lebih dan tidak kurang)

9. Apakah kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?

Kata ganti orang kedua pada ayat diatas menunjukkan proses dialog satu arah, antara pengisah yaitu Allah, dan pembaca atau pendengarnya. Lalu pada bagian berikut deskripsi kisah berubah menggunakan kata ganti orang pertama yang tidak tampak dan netral

: 10. (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”

Kalaulah Al-Qur’an diwahyukan dengan cara ‘dialog’ antara Allah denga nabi Muhammad SAW, maka ayat tersebut tidak akan berbunyi demikian tapi ‘ lalu mereka berdo’a kepada Kami meminta rahmat Kami dari sisi Kami dan meminta kesempurnaan petunjuk bagi mereka dalam urusam mereka’, hasilnya apa yang mereka do’akan tersebut tidak akan bermanfat apa-apa bagi kita, namun dengan ‘penyajian’ gaya bahasa seperti itu, do’a yang dipanjatkan oleh para pemuda tersebut bisa dipakai juga sebagai do’a kita kepada Allah kapanpun dan untuk urusan apapun.

Pada bagian berikut, deskripsi kisah berubah menggunakan kata ganti orang pertama :

11. Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,

12. kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).

Tujuan disampaikannya kisah-kisah orang terdahulu dalam Al-Qur’an adalah :

111. Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Yusuf)

Dari rentetan ketiga ayat surat al Kahfi tersebut saja kita sudah bisa mengambil pelajaran, bagaimana cara berdo’a dan gambaran yang disampaikan bahwa Allah akan langsung mem’follow-up’ do’a yang kita panjatkan. Berdasarkan fakta tekstual dalam deskripsi ayat diatas, difahami bahwa yang menutup telinga mereka adalah pengisah itu sendiri, dengan demikian posisi pengisah yaitu Allah, adalah juga termasuk sebagai salah satu tokoh kisah yang memiliki peran cukup dominan. Saat kisah ini mulai diangkat dan ditujukan kepada umum, deskripsi perincian peristiwa mulai diucapkan oleh ‘orang pertama’ (pengisah) sang pemegang otoritas lajunya seluruh peristiwa dalam kisah, dan kita bisa merasakan semua kejadian sengaja diceritakan khusus kepada kita sebagai pendengar atau pembaca. Hal ini dapat kita tangkap dari penggunaan kata ‘alaika’ (kepadamu) setelah kata kerja ‘naqushshu’ (kami kisahkan).

Memasuki adegan selanjutnya, terlihat pengisah (Allah) menghendaki kita sebagai pembaca atau pendengar merasa menjadi bagian atau terlibat dalam cerita tersebut. Situasi ini dapat kita tangkap dari deskripsi perkataan salah seorang pemuda berikut yang seakan-akan ditujukan kepada kita tanpa perantara si pengisah. Karena itu kita seolah-olah berada bersama mereka mengalami sendiri kejadiannya. Pembaca seolah-olah menembus tembok pemisah dunianya menuju alam kisah sehingga larut dan terlibat dalam adegan kisah, mendengarkan mereka bicara langsung kepada kita :

14. dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”.

15. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?

Tentunya mereka tidak sedang berdialog dengan Tuhan yang mengisahkan cerita ini, bukan juga berdialog antara mereka sendiri, lalu kepada siapakah perkataan ‘Tuhan kami adalah tuhan langit dan bumi,,???’, mereka sedang bicara langsung dengan kita, kita seolah-olah ada disana mendengar mereka berkata langsung menghadapkan mukanya kepada kita. selanjutnya kita melihat bagaimana ‘kepiawaian’ gaya bahasa Al-Qur’an menyeret kita untuk ikut terlibat dalam cerita, mengambil pelajaran dan mengambil contoh perkataan dan do’a untuk kita pakai.

Dalam buku yang lain ‘Mukjizat Al-Qur’an’, ustadz Quraish Shihab mengungkapkan pemakaian kata yang menarik sehubungan tentang surga dan neraka

(Surat Az Zumar) : 71. Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul..”

73. Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu,…

Sepintas struktur bahasanya terlihat sama sesuai tujuan masih-masing, prosesnya juga sama, dibawa berombongan, setelah sampai pintu yang terbuka, dan penjaganya yang menyapa. Tetapi dari segi struktur dapat kita lihat arti yang berbeda namun bahasa menggugah yang diakui para penyair arab

‘izaa jaa uuhaa futihat’

izaa jaa uuhaa wafutihat’

Sedikit perbedaan dalam hal ‘pintu yang terbuka’, dalam ayat 71 tentang neraka ditulis ‘izaa jaa uuhaa futihat’, sedangkan dalam ayat 73 tentang surga ditulis ‘izaa jaa uuhaa wafutihat’ diartikan bagi penghuni neraka, pintu baru dibuka setelah mereka sampai di depan pintu, sedangkan untuk para penghuni surga, pintu surga terlah terbuka menyambut mereka sebelum mereka sampai di depannya.

Kita perhatikan kecermatan pemakaian gaya bahasa Al-Qur’an, bukankah kalau kita mengantar seorang penjahat ke penjara atau tempat hukuman, pintunya baru dibuka setelah kita sampai..?? bukankah kalau kita hendak menyambut tamu terhormat yang akan datang ke rumah kita, pintu gerbang rumah kita sudah kita buka lebar-lebar sebelum tamu tersebut datang,jika presiden lewat maka bukankah jalan dibuka untuknya?Apakah seorang presiden yang ingin masuk istana harus menglakson digerbang depan istana  ,baru dibukakan pintunya oleh penjaga..?? Banyak sudah kajian orang tentang pemakaian kata dan bahasa dalam Al-Qur’an, mudah-mudahan ini bisa anda jadikan pengantar untuk pendalaman lebih lanjut..

Sumber :forum.swaramuslim.net(archa)

Mukzizat Al Quran (M Qurai Shihab)