Kemahakuasaan Tuhan “Stone Paradoks” dan Kemahatahuan Tuhan


Kemahakuasaan dan Kehendak Tuhan

Oleh: Hamza Andreas Tzortzis

Selama tur Islamic Awareness, saya menemukan ada beberapa pertanyaan yang biasa diajukan tiap ceramah dan presentasi. Saya rasa tentu bermanfaat bagi pembaca jika memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam tulisan pendek. Pertanyaan yang diajukan cukup bervariasi, di antaranya mengenai keberadaan Tuhan, sifat Tuhan, hukum Islam, dan akidah Islam. Dalam tulisan ini, saya mencoba menjawab dua pertanyaan yang sering muncul yang berkaitan dengan sifat Tuhan.

Pertanyaan-pertanyaannya yaitu:

1. Jika Tuhan Mahakuasa bisakah Dia melakukan apapun, termasuk menciptakan sebuah batu yang tidak bisa Dia gerakkan?
2. Bisakah Tuhan memiliki kehendak bebas (free will) jika Dia mengetahui segala sesuatu?

Pertanyaan pertama, jika Tuhan Mahakuasa bisakah Dia melakukan apapun, termasuk menciptakan sebuah batu yang tidak bisa Dia gerakkan?

Posisi akidah Islam mengenai kemampuan Tuhan diringkas dengan cermat dalam pernyataan yang dapat dilihat dalam kitab Aqidah Tahawiyah. Tertulis,

“… Dia Maha Kuasa. Semuanya bergantung pada-Nya, dan segala urusan tidak sulit bagi-Nya. “

Pertanyaan umum tentang kemampuan Tuhan yaitu jika Tuhan Mahakuasa maka bisakah Dia menciptakan batu tidak bisa Dia gerakkan? Kunci dalam menjawab pertanyaan ini menggarisbawahi ‘Mahakuasa’ yang disalahartikan menjadi ‘mahasegalanya’ (all powerfull). Yang dimaksud dengan mahakuasa sebenarnya adalah kemampuan mewujudkan segala urusan, bukan kekuasaannya itu sendiri (raw power). Jadi Tuhan “menciptakan sebuah batu yang tidak bisa Dia gerakkan” sebenarnya menggambarkan suatu masalah yang tidak mungkin dan tidak bermakna, sama seperti jika kita mengatakan “seekor gagak hitam berbulu putih” atau “lingkaran bersiku” atau bahkan “mamalia yang amfibi” (amphibian mamal).

Pernyataan seperti ini tidak menggambarkan apa-apa dan tidak memiliki nilai informatif, tidak ada artinya. Jadi untuk apa kita menjawab pertanyaan yang tidak memiliki makna? Sederhananya pertanyaan ini bahkan bukan pertanyaan.

Cara lain melihat masalah ini adalah bahwa Tuhan itu Mahakuasa itu berarti Dia selalu mampu melakukan apa yang Dia kehendaki, sebagaimana pernyataan di atas menyebutkan “… dan segala urusan tidak sulit bagi-Nya.” Karena itu, kemahakuasaan juga meliputi mustahil gagal. Namun si penanya, secara tidak sadar, mengatakan karena Tuhan itu Mahakuasa Dia bisa melakukan apa saja yang termasuk kegagalan! Ini tidak rasional dan absurd karena sama saja dengan mengatakan “sesuatu yang Mahasegalanya tidak dapat menjadi Mahasegalanya!”

Kesimpulannya, Tuhan dapat membuat batu yang lebih berat daripada yang dapat kita bayangkan, tapi Dia selalu dapat menggerakkan batu, yang harus dipahami kegagalan bukanlah bagian kemahakuasaan.

Pertanyaan kedua, bisakah Tuhan memiliki kehendak bebas (free will) jika Dia mengetahui segala sesuatu?

Dalam akidah Islam, Tuhan itu ‘Maha Mengetahui’ dan kehendak-Nya selalu terpenuhi. Akibatnya ada orang yang mempertanyakan “Apakah Tuhan benar-benar memiliki kehendak bebas jika Dia mengetahui segala sesuatu? Terutama karena pengetahuan-Nya mencakup hal-hal yang akan Dia lakukan? Dan jika Dia tahu apa yang akan Dia lakukan, tidakkah membuat tindakan-Nya tergantung pada pengetahuannya-Nya, yang akibatnya Dia tidak memiliki kehendak bebas? “

Jawaban atas pertanyaan ini cukup sederhana. Si penanya menyamakan pengetahuan tentang masa depan dengan penyebab kejadian di masa depan. Sebagai contoh, jika saya tahu anak perempuan saya bangun pada jam 7 pagi, dan ketika pagi menjelang ia bangun pada waktu tersebut, apa yang menyebabkan dia bangun? Pastinya bukan karena pengetahuan saya bahwa ia akan bangun pada saat itu; sepertinya lebih karena ‘jam biologis’-nya, jangan lupa mungkin juga disebabkan ia lapar atau ingin bermain! Demikian pula jika saya tahu saya akan mengangkat beban 140 kg ketika saya pergi ke gym (tempat olahraga) besok, apakah berarti pengetahuan saya bahwa saya mampu mengangkat beban membuat saya melakukannya? Tidak, faktanya bisa memilih pergi ke gym, termasuk saya persiapan fisik, membuat saya bisa mengangkat beban berat, dan bukan pengetahuan bahwa saya memang bisa.

Jadi pengetahuan Tuhan tentang peristiwa-peristiwa masa depan, termasuk tindakan-Nya sendiri, tidak berarti pengetahuan-Nya menyebabkan Dia bertindak dengan cara tertentu. Sebagai contoh, fakta Dia menciptakan dunia dan menempatkan manusia sebagai wakil-Nya (vicegerents) di sana tidak berarti pengetahuannya-Nya itu memaksa melakukannya. Juga pengetahuan bahwa Dia akan memasukan manusia ke surga tidak membuat Dia melakukannya, kecuali karena rahmat dan cinta-Nya. Hal Ini dirangkum dengan fasih dalam kitab Aqidah Tahawiyah,

“Ia membimbing, melindungi, dan memelihara siapa saja yang Dia kehendaki dengan rahmat-Nya. Dan Dia menyesatkan, mengabaikan, dan menghukum siapa saja yang Dia kehendaki dengan keadilan… Tuhan selalu tahu jumlah orang yang masuk surga dan mereka yang memasuki neraka. Tidak ada yang bertambah atau berkurang dari angka itu.”

Jadi bimbingan-Nya tidak terwujud dengan sendirinya karena Dia tahu siapa yang akan diberi pentunjuk, tetapi lebih karena rahmat-Nya, dan hal ini tidak bertentangan dengan sifat-Nya. Singkatnya pengetahuan tidak sama dengan kausalitas.

Catatan akhir
Dalam tulisan berikutnya, insya Allah, akan lebih banyak pertanyaan yang akan dijawab berkaitan dengan topik yang beragam. Namun tidak berarti saya memiliki semua jawaban, dan memang tidak. Hanya berarti saya mencoba mengikuti petunjuk al Qur’an, “Tanyalah orang-orang yang tahu, jika Anda tidak tahu.” Begitu pula yang saya sarankan kepada setiap orang. Dalam Islam, Tuhan adalah sumber dari segala pengetahuan, karenanya bertanya itu belajar dan belajar itu dapat membebaskan diri dari kebodohan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad,

“Obat ketidaktahuan adalah bertanya dan belajar.” “Aku berdoa semoga kita semua masuk dan berada dalam cahaya itu, amiin.

Seri: terjemahan
http://www.facebook.com/note.php?note_id=389741487584

8 thoughts on “Kemahakuasaan Tuhan “Stone Paradoks” dan Kemahatahuan Tuhan

  1. nanya nanya gitu klo sesuai kaidahnya imam malik termasuk bid’ah kalee.
    alistiwa mafhumun…. wasualu anhu bidatun (aw kama qola)
    soalnya sahabat gak pernah nanya tentang asma shifat ato pun yang ghaib

  2. kak mau nanya, kaifiyat itu apa sih?? ^^a

    klo jawaban rina dari pertanyaan2 tersebut sih berbeda kak dengan sang penulis itu. Hmm gak tau yaa tapi rina pikir, si penanya itu memutar proses berpikir. Klo yang rina tangkap, Tuhan itu Mahatahu adalah konsekuensi logis dari sifat-Nya yang Maha Berkehendak. ya iyalah Tuhan tahu segalanya.. Tuhan kan yang merencanakan semuanya.. Pertanyaan di atas tersebut menurut Rina gak logis untuk ditanyakan karena kesannya Tuhan tidak merencanakan sesuatu yang Dia ketahui. Padahal logikanya, Dia itu mengetahui apa yang Dia kehendaki. Iya gak sih??

  3. Nah itu kan jadi sekalian menjawab pertanyaan saudara firmanahmad, “Apakah Tuhan dapat melakukan sesuatu yang tidak diketahui-Nya?” Lagi-lagi pertanyaan tersebut tidak logis untuk dipertanyakan karena bagian-bagian dari kalimat tersebut sudah saling bertentangan. Bagian-bagian tersbut adalah pernyataan “Tuhan dapat melakukan sesuatu” yang muncul dari sifat-Nya yang Maha Berkehendak, sedangkan bagian ke-2 adalah pernyataan “sesuatu yang tidak diketahui-Nya” yang muncul dari sifat-Nya yang Maha Mengetahui. Si penanya terkesan menganggap Tuhan itu tidak Maha Mengetahui, padahal jelas Tuhan itu Maha Mengetahui. Seperti yang rina bilang sebelumnya, Tuhan itu mengetahui apa yang Dia kehendaki. Jangan berpikir terbalik.

  4. “kaif” terjemahannya adalah “bagaimana”. “kaifiyat” berarti “bagaimananya” atau berkaitan dengan caranya atau gambarannya.
    Saya tidak melihat ada salah dengan pendapat Rina pada komentar pertama. Tuhan memang Mahamengetahui segala yang Dia Kehendaki. Dengan logika kita menganggap Tuhan Mahamengetahui karena Dia yang Mahaberkehendak. Saya tidak mengatakan bahwa itu salah, tetapi yang saya dapat dari penjelasan ustadz adalah Tuhan Berkehendak dengan Ilmu-Nya. Dia Menghendaki sesuatu karena Dia Tahu akan sesuatu yang Dia Kehendaki itu, walaupun itu belum terjadi. Jika Pengetahuan Tuhan dibatasi pada apa yang telah Dia Kehendaki, seakan-akan Tuhan Menghendaki sesuatu tanpa memiliki pengetahuan tentangnya. Yang benar, Tuhan tidak hanya Mengetahui sesuatu yang Dia Kehendaki, tetapi Dia Mahamengetahui segala sesuatu yang telah terjadi, belum terjadi, bahkan sesuatu yang tidak pernah terjadi seandainya itu terjadi.
    Tentang pernyataanku di atas yang berupa pertanyaan, jangan terlalu dipikirkan ya, khawatir malah membuat ragu. Saya menuliskan pertanyaan itu di sini karena berharap orang-orang yang mempermasalahkannya bisa mendapat jawaban yang memuaskan dari tulisan Rizki di atas, bukan malah membuat kebingungan bagi orang-orang yang sudah yakin.

  5. Sebenernya itu pertanyaan yang gak perlu di tanyakan bukan. tp makasih smoga bisa menambah pemahaman bagi yang mambaca dengan tetap mengambil hikmahnya dengan cara yang positif

Leave a comment