Pacaran Islami? Ada ga sih?

Pengantar Pacaran Islami

Saya kira tidak terlalu banyak buku atau tulisan mengenai pacaran,namun bahasan melalui mulut sungguh banyak sekali.Pro kontrapun terjadi,namun dalam tulisan semakin kesini terlihat banyak tulisan menjadikan pacaran berkonotasi negatip.Biasanya yang membahas masalah ini adalah para remaja,dimana istilah ini berkembang dikalangan remaja baik anak rohis ataupun kalangan umum. Demikian juga tentang pacaran, generasi muda Islam saat ini pun seringkali menanyakan hal pacaran. Pembahasan tentang pacaran biasanya yang saya lihat itu lagi-itu lagi alias mungkin bosan dengan “larangan pacaran” bahkan sampai ada yang melarang bercinta!! (masya Allah)

Tulisan ini hanya mencoba menguraikan apa yang berada dalam pikiran saya dan pendapat ulama –ulama spesialis Cinta,karena berbicara tentang pacaran tidak lepas dengan cinta.Ulama-ulama spesialisasi ini di antaranya Ibnu Hazm Al Andalusy, Ibnul Qayyim AL Jauziyyah ,juga ulama-ulama fiqh wanita, ulama fiqh,dan ulama-ulama lain yang berkompeten dalam bidangnya pada masa ini seperti Dr Yusuf Qardhawi,Abul Halim Abu Syuqqah,dll.Keinginan tahu untuk tentang pacaran sendiri saat ini yang saya rasakan lebih ke konotasi negatif menurut gembar-gembor para aktipis.Untuk itu sebelum lanjut ke bawah, siapakan diri dulu,gelas yang penuh tidak bisa di isi air lagi, kosongkan saja sebagian gelas^^ Continue reading “Pacaran Islami? Ada ga sih?”

Taaruf atau pacaran??

Keinginan menulis saya tentang hal-hal seperti ini saat membaca sebuah buku karangan Ulama Ikhawanul Muslimin Abdul Hallim Abu Syuqqah yang dalam bukunya menjelaskan bagaimana interaksi sebelum pernikahan.Saat zaman sekarang ini,dikalangan aktivis dakwah sering terdengar kata-kta ta’aruf .Istilah ini dimaksudkan yaitu suatu tahap sebelum akhirnya menikah.

Tentu saja pernyataan ini sebenarnya tidak diketahui karena tidak ada tahapan khusus yang bernama ta’aruf yang dijadikan sebagai ritual seperti yang di contohkan rasul seperti khitbah.Hal ini terjadi karena pergeseran makna taaruf. Ada kecenderungan, taaruf tidak lagi diartikan menurut makna asli yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurat (QS 49 ayat 13): “Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku li ta‘ârafû (supaya kamu saling kenal). …. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Jadi, makna asli istilah taaruf itu adalah proses saling kenal dengan siapa pun selama hayat dikandung badan. Namun sekarang, ada banyak ikhwan yang bilang, “taaruf adalah perkenalan antara seorang ikhwan dan seorang akhwat yang akan menikah.”Atau ada yang mengatakan bahwa taaruf itu suatu tahapan yang prosesnya beberapa bulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan menikah dengan mencantumkan syarat-syarat.
Hal ini,jika dikaitkan dengan syariat memang aneh,bahkan bisa menjadi bidah jika memang dijadikan kebiasaan atau malah keharusan sebelum menikah,dengan ritual-ritual khusus tertentu.
Pembatasan makna taaruf hanya untuk pendekatan ketika akan menikah ,padahal sebenarnya untuk umum menjadi sesuatu yang rancu,dan itu pun jika ditambah aturan hanya beberapa bulan saja tentu semakin menjadi-jadi kebingungan kita,dapat ide dari mana tentang hal ini(syariat baru kali yah).

Mungkin istilah taaruf “persiapan nikah dengan makna yang aslinya agak menyimpang dari makna yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurat ayat 13. Padahal,pasti yang menyusung ini pasti tahu dan mengerti betul Al Quran
Lalu istilah itu muncul dari mana?atau hanya keren-kerenan saja biar terkesan islami atau bahasa arab,seperti ikhwan akhwat,dll(saya tidak tahu apakah menyebut dengan bahsa arab itu mendapat pahal atau tidak,yang apsti sebutan yang baik itu merupakan adab yang diajarkan rasul) Continue reading “Taaruf atau pacaran??”

Menundukkan Pandangan Sambil Berkhalwat menurut para ulama

“Katakanlah kepada orang-orang mu’min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha meneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan.(An Nur 30)

Ayat ini turun saat Nabi saw. pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw., “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?” Beliau saw. menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.

ayat tersebut memerintahkan menundukkan sebagian pandangan dengan menggunakan min tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah tidak mengatakan wa yahfadhu min furujihim (dan menjaga sebagian kemaluan) seperti halnya dalam menundukkan pandangan yang dikatakan di situ yaghudh-dhu min absharihim. Ini berarti kemaluan itu harus dijaga seluruhnya tidak ada apa yang disebut toleransi sedikitpun. Berbeda dengan masalah pandangan yang Allah masih memberi kelonggaran walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan dan melindungi kemasalahatan, Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19). Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara. ini pun berkaitan dengan hadits zinanya mata,hati,lisan, yang dibenarkan oleh kemaluan
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi dan mengarah kepad zina mata( yang nanti hadits2 saling berhubungan),seperti asbabun nuzulnya Fadl bin Abbas berlama-lama memandang wanita Continue reading “Menundukkan Pandangan Sambil Berkhalwat menurut para ulama”