#Day1: Ramadhan Terbaik di Tengah Pandemi

5-Alasan-yang-Menjadikan-Ramadhan-Istimewa-696x356

*Sebagian besar tulisan ini diramu dari kajian Dr. Yasir Qadhi yang berjudul : How This Ramadhan Will Be Our Best Ramadhan: The Benefits of Ramadan in Lockdown. Kajian lengkap bisa didengar di sini.

Hari pertama ramadhan tahun ini telah kita lalui dengan tak biasa. Begitu cepat ia menyapa, seakan-akan kita tak siap bersua dengannya, karena hari-hari sebelum hari ini, begitu riuh kita melupakan kedatangannya.

Manusiawi memang, kita yang selalu riuh dalam ketakutan, kepanikan, hingga kekalutan akan kondisi yang sedang melanda kita sekarang.

Kita yang akhirnya sebagian memilih berdiam diri di rumah dengan segala aktivitas mulai dari Work From Home, kadang bermalasan, menonton hingga menghabiskan beberapa serial dan men-scroll dinding media sosial,

Sebagian berjuang mengais rezeki di tengah pandemi demi keluarga, berpikir agar tetap ada sesuap nasi hari ini. Sebagian kembali ke kampung halaman dengan gundah gulana. Ketakutan, depresi, kekalutan kita sebagai manusia biasa.

Ketika bulan ini datang menyapa, kita tak benar-benar siap bertemu sang tamu agung. Bulan di mana pintu ampunan dibuka lebar, rahmatNya turun tiada henti, kasih sayangNya yang tak bertepi.

Tidak peduli begitu berlumur diri ini dengan segala khilaf. Yang  selalu terbuka untuk menerima kita kembali, mengakui segala alpa dalam diri. Yang begitu gembira ketika kita datang dengan segunung dosa sambil mengiba.

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ

“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu” (Al Baqarah: 52)

 

Ketika pintu-pintu masjid dan rumah kini tertutup, di bulan ini, pintu ampunanNya selalu terbuka lebar. Yang gembira ketika kita, hambaNya kembali mengiba, mengetuk pintu ampunanNya dengan lembut

 

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ

“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu” (Al Baqarah: 52)

Bulan ini begitu mulia, satu-satunya bulan yang namanya disebut langsung oleh sang Maha dalam firman sucinya: bulan Ramadhan, syahru ramadhan. Bulan ketika manusia paling mulia menerima wahyu pertama, dan diturunkannya al Qur’an pada malam-malam bulan ini.

Dua kali Ramadhan dikaitkan dengan perintah shaum, dua kali pula ramadhan dikaitkan dengan al Qur’an. Dan kita telah melewati hari pertama ramadhan tahun ini dengan berbeda.

Bulan terbaik, yang sungguh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kita memasuki ramadhan di tengah pandemi, di tengah ketakutan, di tengah kegelisahan, ketidakpastian, hingga kelaparan menyapa.

Di momen-momen kritis ini, kita bertemu dengan Ramadhan, bulan al Qur’an. Seakan-akan Dia menyapa kita, ketika 11 bulan lalu kita melupakan kalamNya, dengan segala kenikmataNya yang turun tak henti-hentiNya, kini saatnya kita kembali kepada diriNya dengan penuh harap dan optimisme.

 

***

Sedikit saja aku mendekat, Engkau akan datang lebih dekat

Kami datang sejengkal menghampiriMu, Engkau datang dengan sehasta

Kami datang merangkak, Engkau datang dengan berjalan

Kami datang berjalan, Engkau datang berlari

Engkau yang sesuai prasangka kami

Maka izinkan kami berharap

Masih ada optimisme

Bahwa kami akan melewati semua ini

Izinkan kami berbaik sangka kepadaMu

Sebagaimana Engkau sesuai prasangka HambaMu

Jadikan Ramadhan kali ini

Sebagai Ramadhan Terbaik Kami

 

***

Dulu, kita selalu sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan kita, menghabiskan waktu yang di kantor, berbuka bersama terkadang di kantor, berbuka di kampus, berbuka di tempat kursus, berbuka di sekolah,  atau bahkan di jalanan dan pulang dengan keadaan letih. Kita merasa lelah, letih, terjebak dengan rutinitas kita, sehingga kita tiba dalam keadaan merasa capek dengan segala beban tak berkesudahan.

Kini, sebagian kita dengan mayoritas waktu kita di rumah, kelelahan dan keletihan yang membuat kita malas boleh jadi berkurang. Sehingga kita bisa memulai kembali mengeja makna kalam suciNya, yang mungkin selama ini kita alpa membukanya, ataupun membukanya tanpa membaca artinya, atau membaca artinya tanpa merenungkannya.

Dulu, kita menghabiskan berjam-jam di kendaraan, di atas motor berjubel di jalanan padat. Di atas mobil mengantar anak-anak kita, mengantarkan keluarga kita, mencari sejenak takjil di jalanan, hingga berjam-jam kita melewati Ramadhan di atas kendaraan dengan segala pikiran.

يَٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًا

“Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Alquran ini mahjura (diasingkan) “. (QS. Al-Furqan 30)

Kini berjam-jam terwsebut, kita bisa gunakan sebagai extra time  untuk berinteraksi dengan al Qur’an. Sehingga kita bisa memulai kembali mengeja makna kalam suciNya, yang mungkin selama ini kita lupa membukanya, ataupun membukanya tanpa membaca artinya, atau membaca artinya tanpa merenungkannya.

يَٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًا

“Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Alquran ini mahjura (diasingkan) “. (QS. Al-Furqan 30)

Dulu, kita tak kuasa menolak bagaimana undangan buka bersama dengan segala menu di berbagai restoran, kafe,  dan tempat makan. Kini, kita bisa menentukan masakan sehat sendiri di rumah, merancang makanan apa yang akan kita makan, yang dengan makanan sehat itu menjadi wasilah bagi Allah menjaga tubuh ini.

Dulu, setiap malam kita akan pergi ke masjid. Kita membawa kendaraan dan sibuk memarkirkannya. Berbincang, bercengkrama, mengobrol ke sana ke sini. Kini, kita “dipaksa” untuk berdiam di rumah, memperbanyak berbincang melalui kalamNya yang sudah kita lupakan selama ini.

Dulu, kita mungkin akan ke masjid, atau bermalasan di rumah. Kini kita kembali kembali menjadikan rumah kita tempat sujud, seperti sang Nabi yang hanya beberapa kali saja melakukan qiyam di Masjid. Merasakan spirit qiyam yang sesungguhnya, berdiri hanya berdua denganNya.

Rumah, menyimpan segala kerinduan dan keamanan. Menyimpan segala rahasia dan privasi sehingga kita bisa melakukan qiyam, tarawih, berdiri selama yang kita mau, membaca surat yang kita kehendaki, tanpa khawatir komentar orang lain.

Spirit qiyam inilah yang kita temukan dalam ramadhan tahun ini. Kita bisa bangun malam dengan suasana syahdu, tanpa menanti imam dengan suara merdu yang menghiasi media sosial. Hanya perlu kita berdua denganNya.

Momen yang sangat langka saat ramadhan, melakukan percakapan denganNya walau dengan terbata. Bukankah di masa sulit seperti ini, kita sedang membutuhkanNya lebih dari saat –saat biasa ketika kita dulu melupakanNya?

Pada momen ini, percakapan privat antara kita denganNya, lebih kita nikmati ketimbang berburu ‘imam tarawih’ dengan langgam syahdunya. Kita yang membutuhkan kesehatan, lindungan, rezeki, memohon dengan segala kerendahan hati, setiap malamnya di rumah masing-masing.

Dulu, kita sangat sibuk, jarang sekali duduk bersama keluarga dalam waktu lama. Kita akan sibuk ke masjid, sibuk bekerja, sibuk menghadiri buka puasa bersama, dan acara-acara lainnya.

Kini, kita bisa kembali duduk bersama anak istri, bersama ayah bunda, bersama kakak adik, bersama suami istri, bersama keluarga. Walaupun terpisah jarak, kita semua berdiam di rumah, selalu ada jeda untuk bersilaturahim via aplikasi, saling meningatkan, menyambung yang telah lama terputus.

Di momen-momen langka ini, kita bisa duduk bersama, mempelajari Ilmu-ilmu baru, memulai kembali membuka mushaf walau sudah lama kita tak membukanya. Kita bisa mengeja beberapa lembar pelajaran bersama, shalat beberapa rakaat bersama. Kesempatan ini yang akan berbekas beberapa dekade selanjutnya jika Allah izinkan kita melewati masa-masa ini.

Dulu, kita begitu menikmati beragam menu berbuka dan sahur, dengan segala keriuhannya. Kini, di tengah keterbatasan kita, kita kembali hidup “pas-pasan”, sederhana, memakan apa yang benar-benar kita butuhkan.

Dulu, kita menjadi ‘host’ buka bersama, saling menikmati santapan hanya berbagai kepada kerabat dekat dengan segala rupa menunya. Kini, kita ingn berbagi berbuka kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Yang telah kehilangan pekerjaan, mahasiswa yang tak bisa pulang kampung, para pekerja harian, entah itu saudara, tetangga ataupun orang yang tak kita kenal, atau bahkan diri kita sendiri.

Dulu, kita bisa berbagi kepada para pengungsi di luar, para penyintas perang, korban konflik, para orang-orang dhuafa di pelosok. Kini, kita melihat mereka semua seakan berada di dekat kita. Yang berbeda beberapa rumah dengan kita, beberapa gang dengan kita, atau bahkan itu adalah kita sendiri.

Sebuah kesempatan langka, ketika kita bisa merasakan nikmat berbagi di kala susah.

Dulu, kita mendengar tentang kabar orang-orang di Gaza, Rohingya, Uighur, orang-orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian, yang dipenjara karena pertahankan keyakinan. Kini, boleh jadi hanya beberapa persen kita mengalaminya, diam di rumah, tak bisa kemana-mana, hidup dengan kesulitan yang mereka rasakan sehari-hari, mereguk sejumput empati.

Dan kita bersyukur atas kehidupan kita sebelum hari ini. Kita kembali menemukan makna syukur, bahwa begitu banyak nikmatNya yang tercurah, namun kita lupa untuk bersyukur selama ini.

Ramadhan kali ini benar-benar berbeda!

This is a different frame of mind. Do not approach this ramadhan as if it is going to be worst. We have the potential that this ramadhan is best ramadhan of our lives, the sweetest ramadhan that is ever experienced -Dr. Yasir Qadhi –

***

Kita memasuki ramadhan di tengah pandemi, di tengah ketakutan, di tengah kegelisahan, ketidakpastian, hingga kelaparan menyapa. Sebagaimana Maryam juga mengalami kepayahan, kesulitan, hingga keinginan untuk sesuap pangan.

Lalu, dengan rahmatNya, Allah berfirman kepada Maryam

وَهُزِّي إِلَيْكِ
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma”

Bisa saja Allah langsung menurunkan kurma itu sebagai mukjizat, tapi Allah meminta Maryam menggoyangkan pohon kurma tersebut dengan sedikit upaya di tengah kepayahanya ketika hendak melahirkan.

Kita memasuki ramadhan di tengah pandemi, di tengah ketakutan, di tengah kegelisahan, ketidakpastian, hingga kelaparan menyapa. Sebagaimana Musa yang sedang terdesak, terjepit, panik, takut, hingga tak ada tempat untuk berlari.

Lalu, dengan rahmatNya, Allah berfirman kepada Musa

اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ

“Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. 

Bisa saja Allah langsung membelah lautan, membuka jalan untuk Musa dan kaumnya, tetapi Allah meminta Musa untuk memukulkan tongkatnya dengan sedikit upaya di tengah kegelisahannya ketika berhadapan dengan balatentara Fir’aun.

Jika turunnya mukjizat saja, Nabi Musa diperintahakan untuk berusaha memukulkan tongkatnya, sehingga lautan terbelah, apalagi dalam kondisi kita sekarang!

Kini, di tengah keterdesakan kita, di tengah kesulitan kita, di tengah kegundahan kita, di tengah kelaparan kita, di tengah sakit kita, masih ada secercah harapan. Dengan “sedikit” usaha kita mendekat kepadaNya di Ramadhan ini, semoga pertolongaNya akan segera tiba.

Dengan sedikit kepedulian kita, dengan sedikit terbata-bata kita ketika membaca Qur’an, dengan sedikit sedekah kita, dengan sedikit upaya kita untuk mengenakan masker, dengan sedikit upaya kita tetap di rumah, dengan sedikit memperhatikan kerabat, dengan sedikit upaya kita, dengan sedikit niat kita untuk menujuNya, akan kembali kebaikan kepada diri kita. Marhaban ya Ramadhan!

@rizkilesus, 2 Ramadhan 1441 H

 

 

Jejak Ramadhan

Jejak –jejak Ramadhan

Setelah usai satu bulan
Apakah akan usai pula sebelas bulan berikutnya

Setelah usai satu bulan
Apakah engkau akan pergi meninggalkan kami tanpa jejak

Setelah usai satu bulan kami menahan lapar
Apakah sebelas bulan nanti, kami akan benar-benar bersyukur atas makanan yang engkau berikan

Setelah usai satu bulan kami bersabar atas perintahmu
Apakah sebelas bulan , kami akan bersabar melanggar laranganmu

Setelah usai satu bulan kami shalat malam dengan harap dan gembira
Apakah sebelas bulan kelak, sujud, ruku, dan berdiri kami sulit sekali

Setelah usai satu bulan mesjid tempat melepas kerinduan kami
Apakah sebelas bulan kelak, hanya sepi dan satu shaf yang kami lihat

Setelah usai satu bulan ,kami melihat fajar memerah
Apakah sebelas kelak,kami terlelap tidur dengan nyaman diatas seruanMu

Setelah usai satu bulan kami menata hati
Apakah sebelas bulan kelak, kami meremehkan orang lain karena tingginya ilmu kami
Apakah sebelas bulan kelak kami menolak kebenaran karena malu
Apakah sebelas bulan kelak kami menyebut-nyebut pemberian kami

Setelah usai satu bulan kami dengan ramah mengeluarkan harta untuk sedekah
Apakah sebelas bulan kelak, perut kami kekenyangan sambil tertawa-tiwi di kafe

Setelah usai satu bulan kami membayar zakat
Apakah sebelas bulan berikutnya kami akan menghitung-hitung yang akan kami sumbangkan

Setelah usati satu bulan kami syahdu membaca Quran
Apakah sebelas bulan kelak, kami akan menyimpannya bak kitab Suci di lemari nan indah

Setelah usai sebulan kami berkumpul 8 orang dalam kajian keislaman
Apakah sebelas bulan kelak kami akan sibuk mengerjakan tugas seharian

Setelah usai sebulan kami menahan kantuk dimalam hari dan pagi hari
Apakah sebelas bulan beriktunya kami menikmati malam hingga matahari terbit terlewat

Setelah usai sebulan kami belajar dengan giat
Apakah sebelas bulan kelak kami akan menanyakan jawaban saat ujian

Setelah usai sebulan kami bekerja dan belajar giat
Apakah sebelas bulan kelak kami akan bermalas-malasan dan bermain game

Setelah usai sebulan kami menamatkan Quran beberapa kali
Apakah sebelas bulan kelak ,Quran kami berdebu

Setelah usai sebulan kami menambah 1 juz
Apakah sebelas bulan kelak kami berkata bahwa dulu kami pernah hafal surat ini

Setelah usai sebulan kami rasakan bersama
Apakah usai sebulan kelak, ketika bertemu saling tak acuh

Setelah usai sebulan ,kami berdiam di mesjid dan juga bekerja
Apakah sebelas bulan kelak , kami sibuk dengan urusan kami di kampus , atau sibuk dengan urusan di mesjid?

Setelah sebulan kami bersilaturahmi dengan kerabat
Apakah sebelas bulan kelak kami enggan pergi, karena “jauh”

Setelah usai sebulan kami menulis
Apakah sebelas bulan kelak, kami tidak sempat membaca

Setelah usa sebulan kami dididik dalam madrasah ramadhan
Apakah sebelas bulan kelak ijazah madrasah kami akan tetap kami amalkan

Setelah usai sebulan kami berjalan dalam ramadhan
Apakah sebelas berikutnya jejaknya masih akan tetap membekas??

Kontemplasi,penghujung ramadhan

Di penghujung ramadhan

Ada sebuah hal yang berbeda dari ramadhan – ramadhan sebelumnya

ramadhan yang biasa kita lihat mereka tersenyum ,nampaknya sedikit berubah,ada apa gerangan?

Ini ramadhan pertamaku , ya ..pertama ,

ketikaEngkau menjemput orang yang kucintai,

ketika riuh tangis keluar dari dalam hatiku, ketika dia meninggalkanku begitu cepat

Lalu Engkau memasukkan kedalam hati kami kesabaran

Dan Engkau memasukkan kedalam hati kami kekuatan ,ketenangan

Pantaskah diri ini bersyukur? Atau larut dalam duka

apakah Engkau akan mempertemukan kami dalam jannahMu?

Wahai Tuhan yang memegang jiwa-jiwa ini

telah kering tintaMu, semua telah tercatat rapi, ajal,umur,jodoh,kehidupan

namun izinkan aku berdoa Dalam penghujung bulanmu

Izinkan diri ini dikehendaki petunjukMu

Tetapkanlah hati ini dalam taat kepadaMu

tetapkanlah amal-amal ini dalam amal soleh-

tetapkanlah akhlak ini dalam kesalihan

Bukankah janji Engkau? Doa diri yang mengalir untuknya?

Hanya ini yang dapat kuperbuat

Sungguh Engkau menyampaikan kepada kekasihMu,

seuah doa anak soleh… salah satu penolongnya

Maka hambamu memohon tetapkanlah kehendakMu,

di penghujung ramadhan, dimana Engkau mengabulkan doa hamba-hambamu

Sepi …sepi tanpanya

Namun itulah hidup,silih berganti

Dalam sisa penantian perjumpaan denganMu

diri ini masih memiliki seseorang, hanya engkau satu-satunya yang kumiliki,

izinkah hambamu mengabdi padanya

“Rabbigfirli wali walidayya warhamhuma kama rabbayani soghiro

Pertemukanlah keluarga ini dengan Ramadhan tahun depan

Masukkan ke dalam hati-hati kami rasa syukur,ketabahan,kesabaran

Masukkan ke dalam hati kami kegembiraan di hari esok

Hari nan fitri Dimana tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya

Semoga engkau menetapkan hamba-hambamu ke dalam golongan orang-orang shalih

Perjalanan Ramadhan

Menatap Langit kulihat awan berkumpul seolah ingin berteriak

kulihat tiba-tiba mataku mengeluarkan air mata

oh bukan….

ternyata air-air itu semakin banyak membasahi pipiku

sebuah fenomena alami

sebuah kota kelahiran diri ini

saat itu lagi-lagi dejavu dalam sebuah kontemplasi, ataukah saat ini?

Sendiri ,lagi-lagi menyendiri ditemani rintik hujan yang membasahi payungku , ataukan bumi ini?

Tenang rasanya, dalam kesendirian,ataukah berdua dengaNya?

Ramadhan .,cepat sekali engkau berlalu,ataukah aku yang meninggalkanmu?

Salman tempat ku kembali

ataukah perjalanan kantuk dalam mesjid nan raya kota hujan ini

ataukah dekapan ukhuwah di mesjid kampus pemikir al-ghifari

ataukah dalam harapan dan penantian panjang tak berujung al hurriyyah ipb?

Sebuah perjalanan spiritual ,ataukah perjalan pemikiran?

Semua menemaniku dalam kesendirian , ataukah ketenangan?

Diiringi nada-nada tetesan air yang membasahi bumi

membawa jawaban dari langit

Sungguh Dalam tetes hujan adalah waktu Tuhan menjawab doamu

Wahai diri,ucapkan secuil harapanmu engkau tidak tau dirimu akan dipertemukan tahun depan, denganNya ,ataukah dengan ramadhan

Wahai diri, ucapkan yang tak terucap dalam kesendirian

Seperti zakariya berkata ‘ Rabbi Laa tandzarni fardan wa anta khairul waaritsiin’

Tidak ada lagi kesendirian

semoga engkau dipertemukan dengannya, tidak dalam kesendirian

dalam manisnya ukhuwah atau bersatunya hati ini

Wahai diri, cepat ,dia akan segera meninggalkanmu Cepat ucapkan yang belum terucap Untaian kata maaf nan tayyibah Juga sunnah kekasihMu di hari esok, saat ramadhan mulai meninggalkan diri

Mohon maaf atas segala khilaf

Semoga Allah menerima amalku, dan amal kalian

Kota hujan,perjalanan 25-30 ramadhan ,di temani bayang-bayang dan rintik hujan

Marhaban Ya Ramadhan

Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan

Hanya dalam beberapa hari yang dapat dihitung, Umat Islam lagi –lagi akan kedatangan “tamu istimewa”.Bisa dibayangkan kalau rumah kita kedatangan Tamu Istimewa yaitu Presiden, dan kita sudah tahu dia akan datang beberapa hari lagi kita akan mempersiapkan yang terbaik untuk menyambutnya.Tamu yang satu ini juga akan disambut oleh seluruh Umat Islam dengan bahagia dan penuh harapan.Kenapa? karena ia adalah bulan yang penuh rahmat ,penuh ampunan, bonus-bonus pahala bertebaran, pintu neraka ditutup, di Bukanya pintu Surga,dibelenggunya setan dan masih banyak “kejutan-kejutan “ yang di siapkan Allah.

Mulai dari ibadah sunnah yang selalu dilaksanakan rasul,apalagi ibadah wajib…Apalagi kalau mebahas malam Lailatul Qadar.Beribadah pada malam ini lebih baik dari 1000 bulan, bisa di bayangkan jika kita “beruntung” mendapatkan malam Lailatul Qadar,dan saya yakin “keberuntunga” tersebut dibutuhkan usaha untuk mencapainya. Denga semua keistimewaan , sangat logis jika kita mempersiapkan diri untuk bertemu tamu Istimewa. Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan kita “ Jika kamu mengetahui apa yang terkandung di Bulan Ramadhan,pasti kamu akan mendambakan setiap Tahun seluruhnya adalah Ramadhan “

Tapi bukannya kita mau menghitung-hitung bonus-bonus yang di berikan,setidaknya pahala-pahala yang dijanjikan dapat membuat kita lebih semangat menghadapi Ramadhan dan juga mempersiapkannya.Janji-janji Allah pasti benar, dan yang bersungguh-sungguh akan mendapat janji dengan sempurna.

Agaknya bonus-bonus pahala di Bulan Ramadhan membuat agar kita tidak asal-asalan dalam menjalani ibadah pada Ramadhan.Agar kita memanfaatkan Bulan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya,sehingga di akhir ramadhan kita tidak menyesal.Pengalaman pribadi mengatakan,setidaknya mungkin kita menyesali,dan banyak pertanyaan-pertanyaan “ Mengapa yah tarawih saya bolong-bolong, mengapa menuntut ilmu saya kurang serius, mengapa satu kali khatam Quran saja tidak sampai, dan selanjutnya

Pada bulan ramadhan ini,kita melihat banyak fenomena menarik,yaitu ramainya mesjid yang tadinya sepi, Menambahnya orang yang tilawah setiap harinya,kajian keislaman yang semakin banyak,juga sampai qiyamul lail ( tarawih) berjuz-juz dengan bacaan yang membuat kita ingin menangis.Pengalaman saya sendiri,selama ramadhan ,entah mengapa ruhiyah untuk melakukan ibadah meningkat pesat.Mungkin karena memang Bulan ini lain dari biasanya, juga benar perkataan rasul tentang ‘di belenggunya setan’.Sehingga fenomena-fenomena yang terjadi dapat membuat kita menjadi lebih baik,membuat kita termenung,menyusun grand desain kehidupan kita,bahkan menangisi dosa-dosa kita saat shalat malam.

Memang, hati yang luruh pada ramadhan bukanlah sesuatu yang memalukan.Menangis saat ramadhan dan menjelang Id tak begitu sulit. Suasana yang mendukung , membuat hati semakin lembut, dan kita merasa semakin dekat dengan Allah.Sungguh berbeda sekali dengan hari-hari biasa. Bisa dibayangkan jika “ramadhan setiap tahun”,maka hati-hati lembut dan nuansa spiritual sangat terasa.

Begitulah para sahabat dan salafus – shalih menjalani ramadhan.Bagaimana kita dengar kisah tangis para Salaf yang setiap hari dalam hati yang seperti ramadhan.Imam Al Auzai yang setiap malam riuh karena suara tangisan dirumahnya, sampai-sampai saat Ibunya berkunjung ke rumahnya ada air menggenang disangka ompol bayi,padahal itu tangisannya,begitulah setiap malam dilalui.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang lebih menyukai menuntut ilmu pada sebagian malam lebih dari ibadah yang dilakukan.Imam Ahmad yang berpuluh-puluh tahun menjaga malamnya. Memang,imam-imam tersebut tidak dapat dibandingkan dengan kita,sangat jauh perbedaanya,namun bisa jadikan motivasi bagi kita bagaimana salafus shalih mempersiapkan diri pada hari-hari biasa, apalagi dengan Ramadhan?

Bagaimana dahulu para salafus shalih (orang-orang terdahulu yang shalih)memahami Ramadhan? Agaknya kita penasaran untuk mencontoh mereka ,bagaimana sih dengan Ramadhannya mereka.Di lihat dari contoh nyata, bulan ramadhan bagi salafus shalih bukan merupakan bulan “ malas” atau bulan “istirahat”.Dapat dibayangkan perintah pertama shaum turun pada waktu Perang Badar.Ini adalah sesuatu yan luar biasa,apalagi jika meninjau dari sisi pikologis,juga keimanan.Tidak hanya itu, peristiwa-peristiwa besar mereka lalui pada Bulan Ramadhan.Kita lihat Fathu Makkah,Ain Jalut, perang al Qadisiyyah,dan perang-perang lainnya.Bahkan bagi kita, umat Islam Indonesia,ramadhan memiliki makna tersendiri.Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 terjadi pada bulan ramadhan bukan?

Ini adalah bukti bahwa shaum tidak pernah menjadi penghalang kita berkegiatan.Banyaknya aktivitas nanti mungkin (akademik,organisasi,dll),tidak menjadi penghalang agar kita meningkatkan ibadah kita pada Bulan Ramadhan,bahkan kegiatan organisasi dan akademik,kita niatkan Ibadah ,sehingga tidak ada satupun yang tidak menjadi ibadah saat ramadhan nanti.Sekarang kita persiapkan diri menyambut tamu Istimewa,bagaimana kita kita menerimanya dengan ikhlas dan juga menjalankannya.Ahlan wa sahlan Ya Ramadhan.

nb: saya tidak tahu pemakaian marhaban dan ahlan wa sahlan dalam kaidah bahasa arab ,bedanya dimana,mungkin ada yang bisa menjelaskan 🙂