Lebaran di Pengungsian


“Allahu akbar…Allahu akbar…Allahu akbar…”

Tetiba suara parau itu tercekat. Terhenti sejenak. “Allahu akbar…walillahilhamd..”

Kumandang takbir kali ini terasa berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya di dusun Jorong Sembalun Bumbung Lombok Timur. Idul Adha di pengungsian menyisakan ruang kesederhanaan yang hanya bisa diungkapkan lewat tangis yang membuncah.
Tangisan tak selalu bercerita kesedihan. Ia bisa menceritakan haru, bahagia, heran, seanng, atau malah rasa yang tak bisa digambarkan bahkan ketika air mata itu tumpah. Tangis memang menjadi sangat personal.

 

Sebetulnya, Hari Raya selalu menyimpan ruang kesederhaan dalam keriuhannya. Namun ketika kami berhari raya di pengungsian, segala kegemerlapan itu tetiba tak nampak.

Tak ada kunjungan ke rumah tetangga –karena rumah sudah hancur. Tak ada opor – karena baru saja kemarinnya gempa dahsyat kembali melanda. Tak ada takbiran ramai-ramai – hanya di masing-masing tenda ditemani dingin menggigit.

Dari balik terpal itu, kumandang takbir menyejukkan itu menyeruak mengisi malam.

Suasana itu memuncak ketika semburat pagi menyapa Sembalun Bumbung. Di lapangan itu, kumandang takbir serasa berbeda. Kepasrahan seakan menyapa, menikmati setiap momen dalam kesederhanaan.

IMG_0265

Sang khatib Id, mengingatkan kembali bahwa bencana adalah salah satu jalan Allah untuk mendekatkan hambaNya, diakhiri oleh warga yang saling berpelukan di tanah lapang, menyisakan sedikit ruang kesyahduan.

IMG_0299

Dan pas betul, hari itu bertepatan dengan Hari Raya Qurban.

Qoroba Yaqrobu – qurban – yang artinya mendekat. Kurban, salah satu ibadah untuk mendekatkan diri kepada sang Maha. Apa jadinya, ketika kurban di tengah bencana?

Itulah yang tak terpikirkan oleh kami, tapi terpikirkan oleh mereka – yang ingin benar-benar dekat – warga Sembalun, alias para pengungsi. Di tengah kesulitan, tak memiliki rumah, tapi mereka masih bisa berkurban, Subhanallah!

Ustaz Sinardi, salah seorang pengungsi yang juga pengurus masjid darurat yang diinisiasi bersama Sinergi Foundation –sebelumnya yang sudah rusak – mengatakan bahwa di tengah kesulitan yang menghampiri para pengungsi, mereka berkomitmen untuk tetap berkurban tahun ini.

IMG_0361
Penulis bersama warga dan para relawan, ba’ada shalat Idul Adha

“Warga akan tetap berkurban tahun ini,” kata ustaz Sunardi di hadapan masyarakat ketika membahas Idul Adha di pengungsian. Apa bisa terbayangkan, seorang pengungsi, tak memiliki rumah, hidup dalam kesulitan, masih ingin berkurban?

“Alhamdulillah, dikumpul-kumpul, ada lima sapi kami dapati,” kata ustaz Sinardi.

“Ya memang kami sedang sulit, tapi mungkin masih ada rezeki yang Allah berikan dari panen tanaman kami, atau ada yang memang sudah menabung ingin berkurban, maka mereka tetap berkurban,” kata ustaz Sinardi.

Saat lapang, kata Sinardi, warga bisa saja mudah berkurban. Tahun lalu saja, kata Sinardi, ada lebih dari 11 sapi untuk dusun Jorong saja untuk berkurban. “Tahun ini, sementara kami hanya bisa mengumpulkan patungan 5 sapi,” tambahnya.

“Dan tahun ini, saat kondisi kita sulit, ini ujian untuk kami sebenarnya, apakah tetap berkurban atau tidak,” lirih Sunardi. Dan mereka pun, memilih untuk berkurban, Subhanallah!

Bisa saja, kata Sunardi, uang yang tersisa digunakan untuk –misal- membangun rumah, membeli kebutuhan sendiri, dan lainnya.

IMG_1550

“Bisa saja sebenarnya seperti itu. Tapi sungguh kami rugi, rugi betul jika kondisi langka seperti itu, kami malah tidak berkurban,” tegasnya.

Sinardi mengatakan, bahwa berjuta hikmah di balik perintah kurban ini. Sebut saja, ketika Nabi Ibrahim yang diminta menyembelih Ismail, anak sematawayangnya yang telah lama dinanti.

Begitu berat Ibrahim untuk menyembelih puteranya sendiri. Namun, karena itu perintah Allah, ia tetap lakukan. Di di ujung kisahnya, kita semua tahu bahwa Allah memuliakan mereka berdua dan menjadikan teladan.

Dan kini, teladan Ibrahim- Ismail abad ini mungkin saja hinggap di warga dusun Jorong. Di tengah rasa trauma, di tengah kesulitan, di tengah tak memiliki harta benda apapun, mereka tetap berkurban!

Lantas bagaimana dengan diri ini?

 

 

 

 

Leave a comment