Memperbaiki diri untuk mendapat pasangan yang baik juga?

Saya pernah mendapat pertanyaan ,saat saya menulis tentang surat Annur ayat 26 yaitu tentan g laki-laki yang baik akan mendapatkan perempuan yang baik juga?Lalu timbul pertanyaan berkaitan dengan penjelasan surat annur ayat 26.Apakah salah jika niat seseorang menjadi melenceng untuk memperbaiki diri yang tadinya karena Allah menjadi karena manusia alias dia memperbaiki diri karena ingin mendapatkan pasangan yang baik pula.

Sebenarnya pertanyaan ini membuat saya berpikir juga dan begini, saya ga biasa nulis dengan kata-kata yang tidak terlalu baku atau aga inklusif, tapi coba nulis dulu saja apa yang sudah terpikir, tanpa banyak editan
Jika ada seseorang yang ingin memperbaiki diri karena ingin mendapat pasangan yang baik menurut saya itu sangat wajar.Kenapa ? karena itu merupakan anjuran dari Allah SWT agar memotivasi kita agar kita memperbaiki diri lebih baik lagi,selain berusaha juga mencari jodoh.Lalu muncul pertanyaan,kalau begitu niat kita agar selalu memperbaiki diri bisa tercemar dong,karena mengharap karena manusia?
Continue reading “Memperbaiki diri untuk mendapat pasangan yang baik juga?”

Cinta memperkenalkan dirinya

cinta menampakan dirinya dimanapun..
pada sang sempurna atau sang nestapa tiada beda…
bahkan pada seekor anjing kurap walaupun hanya seringai giginya…

tahukah kau bagaimana cinta memperkenalkan dirinya…
tak peduli kau sempurna atau nestapa…
kau alim atau pendosa…
sibakkan tirainya.. dirimu yg terhijab…
cinta meliputi… dirimu yang buta…
cinta selalu hadir… dirimu yang terlelap…

seorang cantik belum tentu dicinta
seorang yang dicinta pasti akan cantik

kau lihat langit berawan gelap…
dirimu yang menganggapnya layaknya itu…
terbanglah keatas awan kau akan lihat langit cemerlang…
terbang dan terbanglah terus…
hingga kau gapai si empunya cinta

ya…
seorang cantik belum tentu dicinta
seorang yang dicinta pasti akan cantik

Dia yang maha pengasih dan penyayang
hanya tampak bila kau menghilang

tinggalkanlah AKU…
MAKA AKU akan mengejarmu…
dalam bahwasan pertaubatan suci…
itu kataNYA yang terngiang…

jangan tinggalkan aku…
mengalun semu berjalan mengejarNYA…
dan terisak tangis…
IA berada tepat di belakangku mendorongku…

Pacaran Islami? Ada ga sih?

Pengantar Pacaran Islami

Saya kira tidak terlalu banyak buku atau tulisan mengenai pacaran,namun bahasan melalui mulut sungguh banyak sekali.Pro kontrapun terjadi,namun dalam tulisan semakin kesini terlihat banyak tulisan menjadikan pacaran berkonotasi negatip.Biasanya yang membahas masalah ini adalah para remaja,dimana istilah ini berkembang dikalangan remaja baik anak rohis ataupun kalangan umum. Demikian juga tentang pacaran, generasi muda Islam saat ini pun seringkali menanyakan hal pacaran. Pembahasan tentang pacaran biasanya yang saya lihat itu lagi-itu lagi alias mungkin bosan dengan “larangan pacaran” bahkan sampai ada yang melarang bercinta!! (masya Allah)

Tulisan ini hanya mencoba menguraikan apa yang berada dalam pikiran saya dan pendapat ulama –ulama spesialis Cinta,karena berbicara tentang pacaran tidak lepas dengan cinta.Ulama-ulama spesialisasi ini di antaranya Ibnu Hazm Al Andalusy, Ibnul Qayyim AL Jauziyyah ,juga ulama-ulama fiqh wanita, ulama fiqh,dan ulama-ulama lain yang berkompeten dalam bidangnya pada masa ini seperti Dr Yusuf Qardhawi,Abul Halim Abu Syuqqah,dll.Keinginan tahu untuk tentang pacaran sendiri saat ini yang saya rasakan lebih ke konotasi negatif menurut gembar-gembor para aktipis.Untuk itu sebelum lanjut ke bawah, siapakan diri dulu,gelas yang penuh tidak bisa di isi air lagi, kosongkan saja sebagian gelas^^ Continue reading “Pacaran Islami? Ada ga sih?”

Taaruf atau pacaran??

Keinginan menulis saya tentang hal-hal seperti ini saat membaca sebuah buku karangan Ulama Ikhawanul Muslimin Abdul Hallim Abu Syuqqah yang dalam bukunya menjelaskan bagaimana interaksi sebelum pernikahan.Saat zaman sekarang ini,dikalangan aktivis dakwah sering terdengar kata-kta ta’aruf .Istilah ini dimaksudkan yaitu suatu tahap sebelum akhirnya menikah.

Tentu saja pernyataan ini sebenarnya tidak diketahui karena tidak ada tahapan khusus yang bernama ta’aruf yang dijadikan sebagai ritual seperti yang di contohkan rasul seperti khitbah.Hal ini terjadi karena pergeseran makna taaruf. Ada kecenderungan, taaruf tidak lagi diartikan menurut makna asli yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurat (QS 49 ayat 13): “Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku li ta‘ârafû (supaya kamu saling kenal). …. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Jadi, makna asli istilah taaruf itu adalah proses saling kenal dengan siapa pun selama hayat dikandung badan. Namun sekarang, ada banyak ikhwan yang bilang, “taaruf adalah perkenalan antara seorang ikhwan dan seorang akhwat yang akan menikah.”Atau ada yang mengatakan bahwa taaruf itu suatu tahapan yang prosesnya beberapa bulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan menikah dengan mencantumkan syarat-syarat.
Hal ini,jika dikaitkan dengan syariat memang aneh,bahkan bisa menjadi bidah jika memang dijadikan kebiasaan atau malah keharusan sebelum menikah,dengan ritual-ritual khusus tertentu.
Pembatasan makna taaruf hanya untuk pendekatan ketika akan menikah ,padahal sebenarnya untuk umum menjadi sesuatu yang rancu,dan itu pun jika ditambah aturan hanya beberapa bulan saja tentu semakin menjadi-jadi kebingungan kita,dapat ide dari mana tentang hal ini(syariat baru kali yah).

Mungkin istilah taaruf “persiapan nikah dengan makna yang aslinya agak menyimpang dari makna yang terkandung dalam Al-Quran, surah al-Hujurat ayat 13. Padahal,pasti yang menyusung ini pasti tahu dan mengerti betul Al Quran
Lalu istilah itu muncul dari mana?atau hanya keren-kerenan saja biar terkesan islami atau bahasa arab,seperti ikhwan akhwat,dll(saya tidak tahu apakah menyebut dengan bahsa arab itu mendapat pahal atau tidak,yang apsti sebutan yang baik itu merupakan adab yang diajarkan rasul) Continue reading “Taaruf atau pacaran??”

Menundukkan Pandangan Sambil Berkhalwat menurut para ulama

“Katakanlah kepada orang-orang mu’min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha meneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan.(An Nur 30)

Ayat ini turun saat Nabi saw. pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw., “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?” Beliau saw. menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.

ayat tersebut memerintahkan menundukkan sebagian pandangan dengan menggunakan min tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah tidak mengatakan wa yahfadhu min furujihim (dan menjaga sebagian kemaluan) seperti halnya dalam menundukkan pandangan yang dikatakan di situ yaghudh-dhu min absharihim. Ini berarti kemaluan itu harus dijaga seluruhnya tidak ada apa yang disebut toleransi sedikitpun. Berbeda dengan masalah pandangan yang Allah masih memberi kelonggaran walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan dan melindungi kemasalahatan, Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan tundukkanlah sebagian suaramu (Luqman 19). Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak berbicara. ini pun berkaitan dengan hadits zinanya mata,hati,lisan, yang dibenarkan oleh kemaluan
Tetapi apa yang dimaksud menundukkan pandangan, yaitu: menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali sehingga dapat menelan perempuan-perempuan atau laki-laki yang beraksi dan mengarah kepad zina mata( yang nanti hadits2 saling berhubungan),seperti asbabun nuzulnya Fadl bin Abbas berlama-lama memandang wanita Continue reading “Menundukkan Pandangan Sambil Berkhalwat menurut para ulama”

Ku Rindu…

Saat ku ataskan logikaku
tak sedetik pun puas atas jawabku
nurani berontak tak kala logika memaksa
tak mampu jelaskan diri-Nya melalui kata-kata

Alam pikir terkekang dalam buaian sombong diri
tak sadar banyak hina tersembunyi
manakala tabir kan terbuka
mau kuhadapkan kemana lagi muka

saat titik nadir kembali ke nol
jasad ini tak bisa menalar akal
nafsu ini tak bisa rampas hati
semua kembali ke fitrah-Nya

dalam keheningan semesta alam
kurenungkan semesta diri
kesibukan detik tiada henti
menuju alam akhir saat denyut terhenti

kurindu cinta-Mu yang hakiki
yang selalu memaafkan saat ku salah
yang selalu cemburu saat ku berpaling
yang selalu menerima saat ku berlumur dosa